Apartemen-Kos Jadi Musuh, Ini yang Bikin Bos Hotel Teriak
Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena apartemen dan kos-kosan yang dijadikan tempat staycation memantik kalangan pengusaha hotel untuk bersuara keras. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengungkapkan bahwa banyak anggotanya yang mulai teriak karena kesulitan bersaing dengan persaingan sehat.
Pasalnya apartemen dan kosan tersebut menawarkan harga yang jauh lebih murah dan sistem menginap yang fleksibel. Sebagai contoh, apartemen bisa memberikan sistem transit mulai dari 3 hingga 6 jam dengan harga mulai Rp 100 ribuan. Hotel pun coba bersaing namun tidak mudah.
"Harga hotel bintang 5 aja sudah turun jadi harga bintang 4, yang hotel bintang 4 sudah turun jadi hotel bintang 3 dan seterusya. Yang hotel Melati mau diturunin berapa? Mencapai break event point (BEP) pun ngga bisa," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/2/23).
Murahnya harga apartemen dan kos-kosan tersebut karena mereka tidak membayar pajak layaknya penginapan resmi seperti hotel. Bahkan, untuk sekedar izin pun tidak ada.
"Misal orang beli apartemen untuk tempat tinggal, ternyata diserahkan ke pengelola, lalu disewakan harian, harga sangat murah dan itu nggak ada izin, kemudian ga bayar pajak, hal sama terjadi pada rumah kos-kosan, itu kan tempat tinggal untuk bekerja," kata Iwantono.
Sebaliknya, hotel tidak mungkin mengikuti pola sewa per jam karena sudah menjadi rahasia umum bakal dijadikan sebagai tempat prostitusi.
"Per jam hotel ga mungkin lah kan hotel punya moralitas. Jam-jaman kan dipakai buat prostitusi. Ga semua orang mau begitu. Masalahnya si pemilik kos-kosan yang ngelola bukan dia lagi. Tapi diserahkan ke platform, dia kan orientasinya uang," kata Iwantono.
(hoi/hoi)