Tok! Sri Mulyani Tarik Utang Bank Dunia Cs Wajib Lapor DPR

News - Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
07 February 2023 20:30
Pekerja menutup retakan atap gedung DPR/MPR dengan waterproof di Kompleks Parlemen,Senayan,Jakarta, 24 April 2018.DPR akan mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan pembangunan gedung baru dan alun-alun demokrasi tahap kedua dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja 2019 (RAPBN) jika tidak mendapatkan izin dari pemerintah pusat. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

CNBC INDONESIA /Muhammad Sabki Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR kini mewajibkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan setiap rencana pengadaan pinjaman luar negeri baru.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie mengatakan, ketetapan ini harus dilaksanakan karena penarikan pinjaman luar negeri yang selama ini dilakukan pemerintah dilakukan tanpa adanya persetujuan dari DPR.

"Penarikan pinjaman luar negeri itu kapan? Persetujuan yang kita berikan itu kapan? Di mekanisme mana? Karena kita nggak pernah membahas, misalnya ada pinjaman dengan World Bank (bank dunia)," kata Dolfie saat rapat kerja dengan Dirjen PPR Suminto di Komisi XI, Selasa (7/2/2023).

Padahal, ia menekankan, pinjaman luar negeri ini memiliki risiko yang besar bagi negara karena berpotensi disusupi agenda institusi yang menyediakan pinjaman itu, baik dalam cakupan bilateral maupun multilateral, maka ditegaskannya harus ada persetujuan DPR.

"Berdasarkan Undang-Undang, pinjaman yang membebani keuangan negara itu persetujuan DPR. Kalau misalnya dipenggal itu, di tengah jalan masuk agenda bilateral multilateral," ujar politikus PDI Perjuangan itu.

Oleh sebab itu, kewajiban pelaporan ini menjadi salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat yang dilakukan Komisi XI dengan DJPPR. Termuat dalam poin 4 yang berbunyi DJPPR menyampaikan rencana pengadaan pinjaman program dan/atau proyek untuk tahun anggaran berikutnya pada saat pembahasan APBN.

Kesimpulan ini pun telah disepakati Dirjen PPR Suminto. Meski demikian, ia menekankan, proses pinjaman luar negeri sebetulnya sangat panjang dimulai dari Badan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selain itu, tidak mungkin satu per satu pinjaman harus meminta persetujuan DPR karena telah dibahas saat pembahasan APBN.

Dalam proses penarikan pinjaman itu, menurut Suminto juga sudah mulai dibahas oleh Bappenas melalui penyusunan blue book atau long list, yang kemudian dimasukkan ke green book atau short list bagi yang sudah siap eksekusi. Setelah masuk ke green book, Kementerian Keuangan baru melakukan transaksi dengan lender.

"Jadi kegiatan apa nilainya berapa yang akan dilakukan di 2024, kalau hak seperti itu tentu bisa di deliver tapi bukan dalam konteks izin satu per satu membuat pinjamannya," ungkap Suminto.

Suminto mengatakan, total realisasi pinjaman tunai sendiri hingga 2022 sebanyak Rp 65,59 triliun. Terdiri dari pinjaman luar negeri yang berasal dari enam lembaga internasional dan sebagian digunakan untuk beberapa proyek pembangunan.

Sebagian besar berasal dari Bank Dunia atau World Bank mencapai Rp 33,28 triliun, Asian Development Bank (ADB) sebanyak Rp 14,34 triliun, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) Rp 7,28 triliun, KfW Development Bank Rp 9,25 triliun, Agence Francaise de Developement (AFD) Rp 810 miliar, dan Economic Development Cooperation Fund (EDCF) Rp 630 miliar.

"Selama 2022 dilakukan penarikan pinjaman luar negeri tunai atau program Rp 65,59 triliun, Rp 33,2 triliun dari Bank Dunia," kata Suminto.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Lantik 3 Dirjen Baru, Ini Pesan Penting Sri Mulyani


(mij/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading