Tak Guna Dolar Eksportir Ditahan, Harus Paksa Tukar ke Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemelut pengelolaan devisa hasil ekspor masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2019 tentang devisa.
Namun tampaknya, revisi tersebut masih memerlukan waktu lebih untuk penyelesaian hingga nantinya diterapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah akan merampungkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor pada Februari 2023.
"Kita berharap ini selesai Februari ini," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Selasa (31/1/2023).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah - dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian dan Kementerian Perindustrian - bersama Bank Indonesia (BI) masih terus melakukan pembahasan mengenai revisi aturan DHE ini. BI, kata Sri Mulyani, juga terus memperkuat kebijakan dengan berkoordinasi dengan pemerintah.
Adapun, pemerintah beralasan kehati-hatian dalam menuangkan aturan baru di revisi PP No.1 Tahun 2019 diperlukan agar ekspor tidak terganggu.
Di tengah upaya ini, sejumlah pihak memandang revisi PP No.1 Tahun 2019 yang nantinya akan memaksa eksportir menyimpan dolar di dalam negeri lebih lama dianggap belum lengkap tanpa memaksa mereka mengkonversi dolarnya ke rupiah.
Konversi dolar eksportir ke rupiah dianggap lebih efektif dalam menopang devisa hingga memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia. Percuma jika menahan dolar 3-6 bulan, tetapi dolar hasil ekspor kembali keluar setelah kewajiban tersebut dipenuhi.
Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan ketentuan DHE kalau hanya mewajibkan dolar ekspor untuk tinggal beberapa bulan di perbankan domestik tidak akan effektif menambah pasokan dolar. Pasalnya, dia melihat dolar milik eksportir tersebut pada waktunya tetap akan keluar juga.
"Yang seharusnya dilakukan adalah kewajiban menjual DHE. Misalnya, saja 25 persen dari hasil ekspor mereka," kata Piter kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/2/2023).
Dengan kewajiban ini, dia merasa tidak perlu pemerintah dan BI mengelontorkan insentif berlebihan ke eksportir. Langkah ini, menurutnya, akan efektif secara langsung menambah cadangan devisa.
"Yang artinya langsung efektif bisa digunakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah," ungkapnya.
Sayangnya, terkait dengan wajib konversi, pemerintah dan BI belum memberikan jawaban tegas. Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya mengatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan kewajiban konversi.
"Lagi dibahas semuanya. Itu salah satu pertimbangan," ungkapnya.
Patut diketahui, negara tetangga Indonesia sudah jauh lebih maju dalam pengaturan DHE. Malaysia dan Thailand, contohnya, tidak hanya mewajibkan para eksportir menempatkan duit hasil jualan yang berupa dolar AS ke bank-bank dalam negerinya, tetapi juga mewajibkan menukarkannya dalam mata uang lokal.
Malaysia dan Thailand misalnya mewajibkan konversi 75% DHE ke ringgit dan bath, sementara Turki 80% wajib dikonversi ke lira. Rata-rata negara tersebut menerapkan berapa lama harus berada di bank dalam negeri, bisa 3-12 bulan.
[Gambas:Video CNBC]
Dolar Eksportir Akan Ditahan 1 Tahun? Ini Jawaban Sri Mulyani
(haa/haa)