
Jokowi Mau RI Jadi Negara Maju: Kalah di WTO, Maju Terus!

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kembali pentingnya hilirisasi komoditas tambang, khususnya nikel, di dalam negeri.
Bahkan, meski Oktober 2022 lalu Indonesia telah dinyatakan kalah di dalam gugatan pertama di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel, Presiden menegaskan RI tak akan mundur.
Presiden beralasan, kebijakan hilirisasi di dalam negeri penting agar negara ini bisa melompat menjadi negara maju.
"Saya sampaikan ke Menteri jangan tengok kanan kiri. Digugat di WTO, terus, kalah tetap terus, karena inilah yang akan melompatkan negara berkembang menjadi negara maju, apalagi negara kita," tuturnya dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (01/02/2023).
Menurutnya, RI takkan berhasil menjadi negara maju bila tidak menggencarkan hilirisasi di dalam negeri. Dia mengakui, yang paling sulit dari kebijakan hilirisasi ini yaitu mengintegrasikan komoditas-komoditas yang dimiliki.
"Jangan berpikir negara kita akan jadi negara maju kalau kita takut menghilirkan bahan-bahan mentah yang ada di negara kita. Dan yang paling sulit memang mengintegrasikan dari hilirisasi, (mengintegrasikan) komoditas-komoditas yang kita miliki," tuturnya.
Dia memaparkan, saat RI masih mengekspor bijih nikel, nilai ekspor yang diperoleh "hanya" US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 17 triliun. Namun, pada 2022 lalu saat ekspor bijih nikel sudah dilarang dan yang dijual hanya berupa produk hilir yang telah diolah dan dimurnikan di dalam negeri, maka nilai ekspor melonjak menjadi US$ 30-33 miliar atau sekitar Rp 450 triliun.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa hilirisasi itu merupakan kunci peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
"Saya ingin mengulang lagi bahwa yang namanya hilirisasi itu jadi kunci. Konsistensi kita jadi kunci. Jangan kita hanya senang karena keberhasilan di nikel. Ya nikel memang jadi sebuah contoh dari yang dulu waktu kita ekspor mentahan 1,1 billion US dollar saat masih ekspor mentah, di 2022 perkiraan saya sudah di angka kira-kira 30-33 billion US dollar. Bayangkan dari Rp 17 triliun, lompat jadi Rp 450 triliun," paparnya.
Perlu diketahui, saat dinyatakan kalah di WTO, Pemerintah Indonesia kini sudah mengajukan banding pada Desember 2022 lalu.
"Indonesia telah memberitahu Badan Penyelesaian Sengketa tentang keputusannya untuk mengajukan banding atas laporan panel dalam kasus yang dibawa oleh Uni Eropa dalam 'Indonesia - Tindakan Terkait Bahan Baku' (DS592)," ujar situs resmi WTO, dikutip Rabu (14/12/2022).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh, RI Kalah di WTO, Triliunan Modal Bisa Kabur ke Malaysia!