Pembangunan Smelter Nikel Kelas 2 Harus Dibatasi, Kenapa?

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
26 January 2023 19:12
PT PLN (Persero) dan PT Aneka Tambang Tbk tandatangani HoA untuk memasok listrik ke smelter feronikel Antam di Halmahera Timur. Doc PLN.
Foto: PT PLN (Persero) dan PT Aneka Tambang Tbk tandatangani HoA untuk memasok listrik ke smelter feronikel Antam di Halmahera Timur. Doc PLN.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha nikel, dalam hal ini Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), menyebutkan bahwa perlu ada pembatasan bagi fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) nikel kelas dua yaitu untuk produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Fero Nikel (FeNi).

CEO IMIP Alexander Barus membeberkan bahwa pabrik pengolahan turunan untuk NPI dan FeNi yaitu pabrik stainless steel masih kurang di Indonesia, sehingga penyerapan NPI dan FeNi di dalam negeri masih kurang.

"Fasilitas untuk pembuatan stainless steel ini saat ini masih terbatas dalam negeri, intinya semua produk Fero Nikel dan Nickel Pig Iron itu belum dapat diserap dalam negeri," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Kamis (26/1/2023).

Alexander menilai, Indonesia masih dalam tahap hilirisasi dan belum mencapai tahap industrialisasi. Oleh karena itu, dia mengatakan perlu adanya moratorium untuk pembangunan smelter kelas dua.

"Saya kira ini kita masih sampai pada tahap hilirisasi belum sampai tahap lanjutan industrialisasi menghasilkan produk akhir. Saya kira di situ sekarang yang perlu kita pertimbangkan kalau ada moratorium," ujarnya.

Sebab itu, dia menganjurkan agar pemerintah bisa fokus untuk melakukan industrialisasi untuk produk yang sudah dimurnikan melalui smelter kelas dua tersebut. Sehingga nantinya NPI dan FeNi tidak perlu lagi diekspor karena sudah terserap sepenuhnya dalam negeri.

"Nah juga di smelter lain saat ini sudah ada pembangunan stainless steel, tapi belum sampai menyerap semua produk Nickel Pig Iron, Fero Nikel yang diproduksi smelter dalam negeri, ini masih kita ekspor," jelas Alexander.

Menurutnya, jika Indonesia sudah mencapai tahap industrialisasi, maka nilai tambah yang bisa diraih dari bahan dasar utama yaitu nikel semakin maksimal.

"Industrialisasi ini adalah tahapan setelah pembangunan smelter, jadi hilirisasi dan industrialisasi ini harus dipadukan, sehingga semua kapasitas smelter dalam negeri ini bisa dimanfaatkan dalam negeri sampai produk akhir. Sehingga nilai tambahnya itu bisa maksimum untuk kita," pungkasnya.

Di lain sisi, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah berencana membatasi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel baru.

Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM Tina Talisa menjelaskan, apa yang dimaksud Bahlil tersebut yaitu lebih kepada pembatasan pemberian fasilitas perpajakan pada smelter nikel. Pasalnya, komoditas tersebut saat ini sudah tidak termasuk dalam sektor pionir.

"Terkait smelter nikel, yang dimaksud dalam pernyataan Pak Bahlil adalah pembatasan pemberian fasilitas perpajakan pada smelter nikel karena saat ini sudah tidak termasuk dalam sektor pionir," ungkap Tina kepada CNBC Indonesia, Jumat (20//1/2023).

Di samping itu, menurut Tina, Kementerian ESDM juga berencana membatasi smelter nikel, terutama yang memakai teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Mengingat, smelter ini menghasilkan produk olahan nikel kelas dua, seperti Nickel Pig Iron (NPI).

"Kementerian ESDM juga berencana membatasi smelter nikel yang memakai teknologi RKEF karena menghasilkan produk olahan nikel kelas dua yaitu Nickel Pig Iron," tuturnya.

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, menurutnya sudah terdapat 15 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan yang sudah beroperasi.

Adapun target pembangunan smelter pada seluruh komoditas hingga tahun 2023 mencapai 53 smelter. Saat ini terdapat 25 smelter yang masih dalam proses pembangunan.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bikin Heboh Pabrik Nikel di Morowali Meledak, Ini Kata ESDM..

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular