Harga BBM Harusnya Bisa Turun Lagi, Ini Pemicunya

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 25/01/2023 14:40 WIB
Foto: Sejumlah warga mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU Menteng Dalam, Jakarta, Sabtu (21/1/2023). (CNBC Indonesia/Tias Budiarto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi maupun yang bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dalam negeri diperkirakan akan mengalami penurunan harga pada bulan Februari mendatang. Hal tersebut menimbang harga minyak mentah dunia yang sudah di kisaran US$ 80-an per barel dan kurs Rupiah yang kian menguat.

Seperti yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira yang memperhitungkan harga BBM khususnya jenis non subsidi seperti Pertamax (RON 92) PT Pertamina (Persero) yang diperkirakan akan mengalami penurunan.

Dia menilai variabel pembentuk harga keekonomian BBM non subsidi yaitu harga minyak mentah dunia sudah mengalami penurunan dan kurs Rupiah juga mulai menguat. "Kalau (BBM) non subsidi perkiraan akan turun karena variabel pembentuk harga keekonomian juga turun. Minyak mentah yang berada di kisaran US$ 80 per barel dan kurs Rupiah yang lebih menguat jadi faktor utama tren harga BBM non subsidi turun pada Februari," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/1/2023).


Seperti diketahui, pada perdagangan Selasa (25/1/2023) harga minyak mentah Brent anjlok 2,3% menjadi US$ 86,13 per barel. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) tercatat US$ 80,13 per barel, turun 1,8% dibandingkan posisi sebelumnya.

Sedangkan melansir data Refinitiv, kurs Rupiah terpantau semakin menguat lebih dari 1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.885/US$ pada Selasa (24/1/2023) kemarin. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 15 September 2022.

Bhima menilai, harga keekonomian BBM Pertamax (RON 92) bisa turun di kisaran harga Rp 11.900 per liternya. "Pertamax bisa dibawah 11.900 per liter," ucap Bhima.

Adapun, untuk jenis BBM bersubsidi seperti Pertalite (RON 90) oleh PT Pertamina (Persero) juga diproyeksikan seharusnya mengalami penurunan harga. Bhima menilai hal tersebut menimbang beban subsidi yang turut berkurang karena harga minyak mentah dunia yang turun dan kurs Rupiah yang menguat.

Berdasarkan perhitungannya, harga keekonomian BBM Pertalite bisa menyentuh harga Rp 8.000 per liter, sedangkan Solar subsidi di kisaran harga Rp 5.500 per liter.

Pemerintah juga sudah mendapatkan "durian runtuh" akibat krisis energi global. Bhima menilai hal tersebut menjadikan adanya tambahan belanja subsidi BBM yang bisa menjadikan redistribusi pendapatan ke masyarakat miskin.

"Pertama, harga minyak turun dan Rupiah menguat yang berarti beban subsidi BBM berkurang dibanding 2022. Kedua, Pemerintah mendapatkan windfall pendapatan yang besar saat terjadi krisis energi global, artinya tambahan belanja subsidi bbm bisa memberi redistribusi pendapatan ke masyarakat miskin," ujarnya.

Dengan begitu, Bhima menilai perkiraan harga turun BBM ini merupakan hal yang positif, Bhima menyebutkan hal ini juga bisa menjadi pergerakan ekonomi pasca pencabutan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) oleh pemerintah.

Penurunan harga BBM bersubsidi juga diharapkan bisa menjadi stimulus bagi ekonomi agar semakin pulih dan menurunkan laju inflasi. "Ketiga, sebagai stimulus agar gerak ekonomi semakin cepat pulih sekaligus menurunkan laju inflasi," pungkasnya.

Sementara itu, Secretary Corporate PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan pihaknya masih melakukan review atas pergerakan harga minyak mentah dunia yang melandai dan penguatan kurs Rupiah terhadap dollar. Oleh sebab itu, dia belum dapat memastikan apakah harga minyak akan mengalami penurunan pada Februari mendatang.

"Melihat tren harga minyak, MOPS maupun kurs. Ini yang kami review. Kita tunggu hasil reviewnya ya," kata Irto kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/1/2023).


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina NRE Akuisisi 20% Saham Perusahaan EBT Filipina