Internasional

China Makin 'Pelit', Pinjaman ke Negara Berkembang Menyusut

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Selasa, 24/01/2023 12:40 WIB
Foto: Ilustrasi bendera China. (VCG via Getty Images/VCG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pinjaman yang dilakukan oleh dua bank perdagangan utama China turun ke level terendah dalam 13 tahun. Sebuah studi menyebut hal ini terjadi akibat Beijing membatasi pendanaan untuk proyek-proyek minyak berskala besar.

Hasil studi Pusat Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston menyebut komitmen yang dibuat untuk 100 negara berkembang oleh Bank Ekspor-Impor China (China EximBank) dan China Development Bank (CDB) turun setiap tahun sejak mencapai rekor pada tahun 2016.

Pemberi pinjaman mengurangi pembiayaan bahkan sebelum pandemi Covid-19 melanda pada tahun 2020. Kini pinjaman hanya mencapai sebesar US$ 3,7 miliar (Rp 55,3 triliun) pada 2021.


"Kami mengharapkan pergeseran keseluruhan ke arah volume yang lebih rendah, investasi berkualitas lebih tinggi dari China," kata Kevin Gallagher, direktur Pusat Kebijakan Pembangunan Global universitas, mengutip Reuters, Selasa (24/1/2023).

"Prioritas domestik China di luar Covid-19 masih signifikan, mengingat besarnya jumlah utang dan perubahan renminbi yang mungkin memerlukan kebutuhan untuk bersikap konservatif dengan kepemilikan dolar sehingga dapat berfungsi sebagai jaminan di dalam negeri," tambahnya.

China adalah pemberi pinjaman bilateral terbesar di dunia, menurut data Bank Dunia. China EximBank dan CBD membuat komitmen pinjaman sebesar US$ 498 miliar secara global antara 2008-2021 sebagai bagian dari inisiatif infrastruktur bernama Belt Road Initiative (BRI).

Pinjaman tujuan umum kepada perusahaan minyak milik negara, misalnya di Angola, Brasil, Ekuador, Rusia, dan Venezuela, mencapai US$ 60 miliar (Rp 898,3 triliun) antara 2009 dan 2017.

Sejak saat itu, pinjaman kurang terfokus pada produsen minyak bumi, di mana Bangladesh dan Sri Lanka di antara penerima utama. Ukuran rata-rata janji pinjaman juga turun dari US$ 534 juta antara 2013-2017, menjadi US$378 juta dari 2018-2021.

Rusia adalah penerima utama, dengan US$ 58 miliar pinjaman pada periode 2008-2021, diikuti oleh Venezuela dengan US$ 55 miliar sebagian besar untuk proyek ekstraksi dan pipa. Namun, pinjaman ke raksasa minyak Amerika Selatan itu dihentikan pada 2015, dua tahun sebelum gagal bayar utang luar negeri.

Angola adalah penerima terbesar ketiga dengan US$ 33 miliar untuk proyek transportasi, pertanian, air dan minyak, dengan Kenya, Ethiopia dan Mesir menjadi peminjam Afrika lainnya.

Secara keseluruhan, komitmen China adalah 83% dari US$ 601 miliar yang dipinjamkan oleh Bank Dunia dari 2008-2021.

Kini negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan pemberi pinjaman multilateral menekan Beijing untuk menawarkan keringanan utang kepada negara-negara berkembang yang sedang dalam kesulitan, seperti Zambia dan Sri Lanka.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gelombang Panas di Beijing, Pemerintah Keluarkan Peringatan