Eksklusif Iskandar Simorangkir
Berani Larang Dolar Eksportir Kabur, Apa Landasan Hukumnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia tengah mengalami penurunan cadangan devisa di saat surplus perdagangan terjadi 31 bulan beruntun. Cadangan devisa Indonesia mencapai puncak tertinggi pada September 2021 dengan cadangan devisa sebesar USD 146,9 miliar, namun nilai ini turun menjadi USD 137,2 miliar pada Desember 2022. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya eksportir yang membawa kabur DHE keluar negeri alih-alih menyimpannya di dalam negeri.
Aturan mengenai DHE telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019. Namun, aturan ini hanya mewajibkan eksportir di sektor SDA untuk melaporkan dan memasukkan DHE mereka ke rekening khusus di bank persepsi dan melaporkannya ke BI, tapi tidak mewajibkan mereka menyimpannya di dalam negeri atau mengkonversikannya ke rupiah. Akibatnya, devisa tersebut hanya numpang lewat saja dan tidak memberikan kontribusi terhadap cadangan devisa negara.
Sebetulnya, aturan ini muncul untuk menegaskan agar DHE SDA ditempatkan di dalam negeri. Pasalnya Indonesia menganut sistem devisa bebas, dimana masyarakat dibebaskan menggunakan dan memindahkan devisa dari satu tempat ke tempat lainnya. Penerapan rezim devisa bebas ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999.
Melalui aturan ini, setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, tanpa adanya pembatasan dalam jumlah pembelian dan penjualan mata uang asing antara penduduk dan atau non penduduk.
Bahkan, tidak ada kewajiban menjual devisa kepada negara, sehingga penggunaan devisa bebas dimiliki oleh siapapun untuk melakukan kegiatan perdagangan internasional, transaksi di pasar uang dan transaksi di pasar modal. Untuk itu supaya DHE SDA tidak dilarikan kemana-mana, maka dibuatlah PP 1/2019.
"Sebelumnya dasar hukumnya tidak begitu kuat, karena dasar hukumnya di UU lalu lintas devisa (UU 24/1999) itu memberikan kebebasan ke semua penduduk, tapi untuk SDA saja diwajibkan untuk menempatkan DHE-nya di Indonesia maka itu karena payung hukumnya tidak begitu kuat maka PP dibuat sedemikian rupa seperti saat ini," jelas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/1/2023).
Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan UU bandingan yang dapat memberikan payung hukum lebih kuat terhadap aturan lalu lintas devisa di PP 1/2019 tersebut, yakni UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Di mana di dalam UU PPSK ini Bank Indonesia diberikan hak untuk mengatur lalu lintas devisa secara lebih tegas agar dapat menjaga stabilitas cadangan devisa dalam negeri.
"Kalau di UU lalu lintas devisa (UU 24/1999) diberikan kebebasan, tetapi dengan adanya UU yang setara (UU PPSK) dikembangkan dalam rangka mengatur stabilitas makroekonomi maka BI diberikan kewenangan untuk melakukan pengaturan terkait aktivitas devisa," jelasnya.
Nantinya lanjut Iskandar UU PPSK ini akan menjadi payung hukum bagi PP 1/2019 tentang DHE dan peraturan BI lainnya. Untuk itu, saat ini PP 1/2019 juga tengah dalam proses revisi dalam rangka mengatur DHE agar diletakkan di dalam negeri.
"Jadi kalau sebelumnya kita mau mengatur dengan tegas (lalu lintas DHE) itu payung hukum nggak kuat, maka yang masuk ke Indonesia hanya SDA nya saja, [...] dengan adanya UU PPSK Pasal 10 A itu maka BI dapat mengatur terkait lalu lintas devisa dalam rangka stabilitas moneter," ujarnya.
Terkait dengan aturan apa saja yang akan direvisi, Iskandar bilang ini akan diberitahu setelah UU PPSK resmi diundangkan.
"Revisi PP 1/2019 akan menunggu diundangkannya UU PPSK sehingga nanti PP ini akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk membolehkan BI mengatur lebih jauh lalu lintas devisa," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]
Pak Jokowi, Ini Alasan Eksportir Bawa Kabur Dolar ke LN
(haa/haa)