Ramalan Seram Muncul di 2023, Sri Mulyani Ngaku Tak Happy!

Redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 10/01/2023 10:35 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui ramalan dari lembaga internasional yang beredar belakangan waktu memang tidak menggembirakan. Hanya saja sebagai regulator, dirinya akan selalu optimis namun tetap waspada akan setiap kemungkinan.

"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan. 2023 memang prediksi dari lembaga global mengenai dunia kurang menggembirakan, tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi dan kemungkinan juga ada masalah dengan debt sustainability di berbagai negara," ungkap Sri Mulyani dalam CEO Banking Forum, Senin (9/1/2023).


Ramalan Dana Moneter Internasional atau IMF, memperkirakan sepertiga negara-negara di dunia akan mengalami resesi. Ekonominya negara-negara itu akan mengalami kontraksi.

"IMF juga mengatakan sepertiga ekonomi dunia, 30% atau 40% dari perekonomian negara-negara diprediksi mengalami resesi," jelasnya.

Menurutnya, ekonomi pada 2023 cenderung terus mengalami perlambatan yang konsisten sejak 2021, dari yang sekitar 6% pada tahun itu, menjadi sekitar 3,2% pada 2022 serta sekitar 2,7% ada 2023, masih berdasarkan perkiraan IMF.

"Jadi anda bisa melihat bagaimana turunnya pertumbuhan ekonomi dunia," ucap Sri Mulyani.

Potensi resesi ini kata dia diperburuk dengan kondisi utang banyak negara yang tidak lagi sehat. Menurutnya, berdasarkan pembicaraan selama pertemuan G20 di Bali tahun lalu sebanyak 63 negara utangnya dalam kondisi yang memprihatinkan.

"Di dalam statistik lebih dari 63 negara di dunia yang dalam kondisi utangnya mendekati atau sudah tidak sustainable," tuturnya.

Oleh sebab itu, dia mengatakan, pada tahun ini tantangan perekonomian bagi banyak negara di dunia tidak hanya mencakup potensi resesi, melainkan juga diiringi dengan krisis utang.

"Jadi dunia tahun 2023 ini pada saat harus menjinakkan inflasi dan dipaksa dengan menaikkan suku bunga pada saat debt stocknya tinggi pasti akan memberikan dampak tidak hanya resesi tapi kemungkinan terjadinya diberbagai negara yang sekarang utangnya sangat tinggi mengalami kemungkinan debt crisis," ujar dia.

Geopolitik

Tensi geopolitik masih akan mewarnai dinamika perekonomian 2023. Pasalnya perang Rusia dan Ukraina tidak diketahui kapan berakhir. Tensi geopolitik ini telah memperparah disurpsi supply kebutuhan pangan dan energi.

"Ukraina dan Rusia adalah negara-negara yang menghasilkan wheat (gandum) yang sangat signifikan, sehingga harga pangan menjadi terpengaruh, pupuk, dan juga sunflower, cooking oil," tegasnya.

Geopolitik juga telah membuat guncangan terhadap harga energi dunia. Misalnya saja kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang naik dari US$ 700 per ton, naik menjadi US$ 1.700 per ton.

Tingginya harga CPO kemudian bertransmisi terhadap harga minyak goreng di Indonesia yang melonjak ke harga Rp 20.000 per liter. "Harga batu bara kita naik ke US$ 400 per ton, hampir 3 kali lipatnya. Harga minyak melonjak ke US$ 126 dolar, tadinya US$ 60," ujar Sri Mulyani.

Ditambah pandemi Covid-19 yang juga belum tahu kapan akan berakhir. Sehingga tantangan untuk perekonomian di dalam negeri masih berat.

"Saya ingin sampaikan beberapa alasan untuk kita waspada (2023) sebelum kita optimis (pada 2023)," ujarnya.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sempat Oleng, Singapura Selamat dari Resesi