Big Stories 2022

Perang Membawa Petaka, 4 Krisis Besar Hantam Warga Bumi

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
28 December 2022 21:00
Motorcycle drivers pass through a burning road block as anger mounted over fuel shortages that have intensified as a result of gang violence, in Port-au-Prince, Haiti, July 13, 2022. REUTERS/Ralph Tedy Erol REFILE - QUALITY REPEAT
Foto: REUTERS/RALPH TEDY EROL

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah menimbulkan krisis besar bagi dunia. Tak hanya di dua negara, krisis telah menyebar ke negara-negara lainnya.

Sejumlah negara pun dipusingkan dengan kondisi tersebut karena hingga kini masalah tersebut masih belum teratasi sepenuhnya.

Berikut krisis global yang ditimbulkan perang Rusia-Ukraina di tahun 2022 seperti dirangkum CNBC Indonesia, Rabu (28/12/2022):

1. Krisis energi

Keputusan Rusia untuk menyerang Ukraina mendapatkan pertentangan besar dari kelompok Barat. Aliansi yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa (UE) dan sekutunya memutuskan untuk memberikan sanksi terhadap Moskow, salah satunya adalah embargo energi.

Hal ini kemudian menimbulkan lonjakan harga energi yang tinggi, utamanya di wilayah Eropa. Ini dikarenakan ketergantungan Benua Biru terhadap sumber energi dari Moskow sebelum perang berlangsung sehingga peralihan Eropa untuk mencari sumber baru di luar Rusia telah menimbulkan gejolak harga.

Mengutip data dari Country Economy, Harga minyak mentah Brent pada bulan Maret menyentuh US$ 117,25 per barel. Selama dua belas bulan terakhir harga komoditas energi itu diketahui telah naik hingga 79,25%.

Selain itu, untuk gas, harga kemudian melonjak hingga menyentuh US$ 8,7 per MMBtu dari yang sebelumnya berada di kisaran US$ 4,3.

2. Krisis pangan

Ukraina dan Rusia diketahui merupakan salah satu lumbung pangan dunia. Kedua negara yang saling bertempur itu memproduksi biji-bijian seperti gandum dan jagung.

Peperangan keduanya pun telah mengganggu jalur distribusi pangan bagi dunia, utamanya negara-negara seperti Timur Tengah dan Afrika. Pasalnya, wilayah itu cukup bergantung dari pasokan keduanya.

Krisis ini kemudian diperparah oleh blokade yang diterapkan Rusia di sekitar pelabuhan Odessa di Ukraina. Ini membuat kapal-kapal yang biasanya membawa ekspor pangan dari Ukraina tidak dapat keluar.

Mengutip CNBC International, harga jagung berjangka pada bulan April diperdagangkan di atas US$ 8 (Rp 115 ribu) per gantang. Ini merupakan rekor tertinggi sejak September 2012. Sebelumnya, pada awal tahun ini, jagung diperdagangkan mendekati US$ 6 per gantang.

PBB mengatakan perang itu kemudian mengancam sebagian besar populasi dunia. Ini diperparah fakta bahwa beberapa belahan bumi juga masih bergulat dengan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Krisis tersebut telah menyebabkan badai sempurna gangguan terhadap pasar pangan, energi, dan keuangan global yang "mengancam akan berdampak negatif terhadap kehidupan miliaran orang di seluruh dunia," kata PBB seperti dikutip CNBC International.

"Sebanyak 1,7 miliar orang "sangat terpapar" pada efek berjenjang dari perang Rusia terhadap sistem pangan, energi, dan keuangan global," tambah keterangan dari Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.

3. Krisis keuangan

Melonjaknya harga energi dan pangan nyatanya telah memicu krisis keuangan di berbagai negara dunia. Salah satunya adalah Sri Lanka, yang harus 'bangkrut' karena tak memiliki devisa yang cukup untuk mengekspor dua komoditas penting ini.

Di dalam situasi yang tergenang tumpukan utang setelah pandemi Covid-19, Kolombo hanya memiliki cadangan devisa senilai US$ 1,94 miliar (Rp 28 triliun) sementara kebutuhan impor negara itu mencapai US$ 4 miliar.

Ini kemudian memicu inflasi yang tinggi di Negeri Ceylon. Data pada akhir April lalu menunjukkan harga-harga barang di ibu kota Kolombo naik hingga 30%. Pada Juli, pemerintah menyebut inflasi telah menembus angka 54,6%.

Tak hanya di Sri Lanka, Eropa juga mengalami inflasi yang mengganas akibat krisis pangan dan energi. Di Inggris, inflasi menyentuh hingga 11% pada Oktober lalu.

4. Krisis cip

Dunia juga terancam krisis chip. Pasalnya Moskow memutuskan untuk membatasi ekspor gas mulia yang merupakan bahan yang cukup penting dalam pembuatan chip.

"Rusia membatasi ekspor gas mulia seperti neon, bahan utama untuk membuat cip, hingga akhir 2022 untuk memperkuat posisi pasarnya," kata kementerian perdagangannya.

Wacana pembatasan ekspor ini sendiri sebelumnya telah digulirkan pada akhir Mei lalu. Saat ini, Moskow menyumbang 30% dari pasokan global gas mulia. Salah satu tujuan ekspor Rusia untuk bahan itu adalah Jepang.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut 'Ngeri' Perang Rusia-Ukraina Bawa Petaka Buat RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular