Pulau Alor Menuju Ekonomi Hijau Tanpa Ganggu Stabilitas
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) ikut serta dalam mendorong transisi menuju ekonomi hijau yang teratur, berkeadilan dan terjangkau. Kawasan Konservasi Perairan Pulau Alor adalah salah satu yang menjadi bukti nyata dukungan tersebut.
"Sustainable finance merupakan bagian dari upaya Indonesia, dan juga seluruh negara G20, dalam mendorong transisi menuju ekonomi hijau," ungkap Iss Savitri Hafid, Wakil Ketua Sekretariat Task Force G20 Bank Indonesia kepada CNBC Indonesia.
Kawasan Konservasi Pulau Alor meliputi Perairan daerah Suaka Alam Perairan Selat Pantar dan Laut Sekitarnya. Ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 dengan luas kawasan 276.693,38 hektare.
BI memandang pentingnya transisi ke ekonomi hijau untuk mengantisipasi perubahan iklim yang kini terasa semakin nyata. Antara lain bencana banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan lainnya. Dampaknya adalah kerugian finansial yang sangat besar bagi masyarakat secara langsung.
Akan tetapi proses transisi harus dilakukan dengan cermat, artinya tidak menyebabkan gangguan pada stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta aspek sosial. Maka dari itu dibutuhkan kerja sama dari seluruh pihak, seperti otoritas terkait, lembaga keuangan dan masyarakat.
Dari sisi kebijakan, BI telah mendukung transisi dengan menerbitkan regulasi mengenai Loan-to-Value (LTV) ratio untuk mendukung penyaluran pembiayaan menuju ekonomi hijau.
Tahun 2022, BI, bersama Kemenkeu, OJK, dan LPS, melakukan program Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It) dengan tema green and sustainable investment dengan mengundang mahasiswa generasi Bank Indonesia (GenBI) dari seluruh Indonesia, termasuk dari NTT.
"BI ingin memastikan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkesinambungan dan inklusif," tegasnya.
Dalam mewujudkan ekonomi hijau di Pulau Alor, BI juga ikut bekerjasama dengan Yayasan WWF Indonesia. Sederet program dijalankan antara lain peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dengan tujuan memulihkan dan menjamin hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sumber daya secara terpadu dan berkelanjutan, Melindungi dan meningkatkan ekosistem laut.
Langkah yang ditempuh dimulai dari penilaian higgga pemantauan pemanfaatan sumber daya kawasan baik secara ekstraktif berupa penangkapan ikan yang bergerak ataupun diam dan sebagainya dan non-ekstraktif berupa pariwisata, penelitian, pendidikan yang dilakukan secara berkala untuk menyediakan informasi kondisi dan tren pemanfaatan sumberdaya di dalam kawasan.
WWF Indonesia juga memberikan dukungan teknis dalam penyusunan rencana pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi dan pemantauan kesehatan ekosistem terumbu karang. Salah satu dukungan WWF-Indonesia adalah melalui kegiatan Reef Health Monitoring (RHM) atau pemantauan kesehatan terumbu karang untuk memastikan aspek biofisik terjaga dengan baik. Kegiatan ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak pengelolaan dengan menilai kondisi terumbu karang.
WWF Indonesia mengembangkan solusi berbasis alam untuk rehabilitasi ekosistem terumbu karang, yang disebut Rock pile. Pada tahun 2022 inisiasi ini telah dilaksanakan di dua lokasi yaitu Pulau Buaya dan Pulau Kangge. Selanjutnya mengembangkan Center of Excellence dan penguatan kapasitas kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) serta penguatan tata kelola kawasan perairan berbasis masyarakat/adat.
Selain kawasan konservasi, WWF Indonesia turut mendukung program perikanan berkelanjutan. Meliputi pendampingan teknis kelompok perikanan untuk mata pencaharian berkelanjutan, penguatan data, serta kajian daya dukung perikanan dan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Pariwisata juga menjadi yang tidak terpisahkan, sehingga dilakukan penguatan dan program pembersihan kawasan dari sampah, khususnya plastik.
(mij/mij)