Big Stories 2022
Nelangsa Sri Lanka: Negara Bangkrut, Chaos & Presiden Kabur

Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah jatuh tertimpa tangga. Krisis ekonomi yang dihadapi Sri Lanka tahun ini terus meluas dan berujung pada kebangkrutan dan kekacauan di seluruh negeri.
Pada Mei 2022, Sri Lanka mengalami krisis mata uang asing. Hal ini membuat warga di seluruh negeri itu kesulitan untuk mendapatkan pasokan bahan pokok dan energi yang biasanya diimpor.
Krisis ini sendiri diawali dengan jumlah utang luar negeri Kolombo yang membengkak. Pada April lalu, Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya sebesar US$ 51 miliar (Rp 760,3 triliun) dan membuka pembicaraan dana talangan dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Dalam laporan Times of India, pemerintah Sri Lanka dilaporkan berutang kepada beberapa negara seperti China. Dengan Beijing, Kolombo berutang untuk sejumlah infrastruktur proyek sejak 2005, salah satunya pembangunan pelabuhan Hambantota, yang juga gagal dibayar.
Utang yang besar ini kemudian mengikis cadangan devisa negara itu yang biasanya digunakan untuk mengimpor pasokan energi dan komoditas lainnya. Pada akhir April lalu, cadangan devisa negara itu hanya US$ 1,94 miliar (Rp 28 triliun) sementara kebutuhan impor negara itu mencapai US$ 4 miliar.
Utang ini sendiri kemudian diperparah oleh kekurangan anggaran dan defisit transaksi berjalan yang terjadi sejak lama. Kekurangan anggaran juga disebabkan oleh pemotongan pajak yang dilakukan oleh Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa.
![]() |
Hal ini mendorong inflasi yang tinggi. Data pada akhir April lalu menunjukkan harga-harga barang di ibu kota Kolombo naik hingga 30%. Pada Juli, pemerintah menyebut inflasi telah menembus angka 54,6%.
Fenomena ini juga terlihat di tengah-tengah masyarakat. Beberapa foto menunjukan antrean kendaraan di SPBU negara itu yang menunggu untuk mendapatkan bensin.
Bahkan, sebuah laporan menyebut terjadi kenaikan pekerja seks komersial hingga 30% di Sri Lanka. Data kelompok advokasi pekerja seks setempat, Stand Up Movement Lanka (SUML), melaporkan bahwa hal ini dilakukan demi mendapatkan makanan dan obat-obatan untuk keluarga.
Untuk mengatasi krisis, berbagai cara pun dilakukan. Menteri Keuangan Ali Sabry juga mengatakan kepada BBC pihaknya akan menaikkan pungutan dan pajak.
Selain itu, pihaknya juga menyebut telah meminta beberapa bantuan lembaga keuangan dunia seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia untuk membuka dana darurat. Bank Dunia juga disebut telah mengucurkan dana US$ 600 juta atau setara Rp 8,6 triliun pada negara itu.
![]() |
Namun, hal ini belum dapat meredam kelangkaan kebutuhan warga. Warga Sri Lanka pun melakukan demo besar-besaran untuk menuntut mundurnya presiden negara itu, Gotabaya Rajapaksa. Bahkan, negara di tengah Samudera Hindia itu sempat mengeluarkan keadaan darurat nasional.
Puncak unjuk rasa ini terjadi pada Juli 2022. Kala itu, massa berhasil masuk ke rumah dinas presiden untuk mencari Gotabaya. Walau begitu, Gotabaya tak ditemukan karena telah melarikan diri ke luar negeri.
Pada 15 Juli 2022, Gotabaya memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri ini disampaikannya saat sedang dalam pelarian ke Singapura. PM saat itu, Ranil Wickremesinghe, akhirnya diangkat sebagai presiden.
[Gambas:Video CNBC]
Negara Bangkrut, Sri Lanka Kembali Dilanda Demo Besar-besaran
(luc/luc)