Internasional
Negara Bangkrut Pasien IMF Ini Peroleh Pinjaman Rp46 T, Aman?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka telah mendapatkan dana talangan senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 46 triliun (kurs Rp 15.340) dari Dana Moneter Internasional (IMF). Kesepakatan itu diharapkan menjadi penyelamat bagi negara yang memiliki pinjaman miliaran dolar dan menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan.
Menteri Luar Negeri Sri Lanka Ali Sabry mengatakan pemerintah akan mengumpulkan dana dengan merestrukturisasi badan usaha milik negara dan memprivatisasi maskapai penerbangan nasional.
"Kami telah hidup di luar kemampuan kami. Suka atau tidak suka, langkah-langkah sulit yang mungkin sangat tidak populer ini perlu diambil," kata Sabry dalam sebuah wawancara sebelum pendanaan diumumkan, dikutip dari BBC, Selasa (21/3/2023).
"Untungnya, sebagian besar [orang] selain serikat pekerja yang bermotivasi politik telah memahami hal itu. Saya tahu mereka tidak senang, tetapi mereka juga mengerti bahwa kami tidak punya pilihan," tambah Sabry.
Awal tahun ini negara memperkenalkan pajak penghasilan untuk para profesional, mulai dari 12,5% hingga lebih dari 36%. Negara juga menaikkan pajak lain untuk membayar pembelian kritis, termasuk bahan bakar dan makanan.
Ini sangat kontras dengan pemotongan pajak besar-besaran yang diperkenalkan mantan presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pada 2019, yang kehilangan pendapatan pemerintah lebih dari US$1,4 miliar setahun.
Adapun, para analis memperingatkan Sri Lanka masih menghadapi jalan yang sulit di depan.
Andrew Wood, analis di lembaga S&P Global Ratings, mengatakan Sri Lanka masih menghadapi jalan panjang menuju konsolidasi neraca pemerintahnya, pertumbuhan ekonomi yang konsisten, dan stabilitas eksternal.
"Kami memperkirakan ekonomi akan berkontraksi lagi pada tahun 2023, meskipun dengan kecepatan yang lebih rendah, sebelum kembali ke pertumbuhan pada tahun 2024," katanya.
Awal bulan ini, IMF mengatakan Sri Lanka telah mendapatkan jaminan pembiayaan dari semua kreditur utamanya, termasuk China dan India, yang membuka jalan bagi dana talangan.
Namun, Sabry mengatakan agak terlalu dini untuk membahas apakah China, pemberi pinjaman bilateral terbesar Sri Lanka, akan mempertimbangkan penghapusan sebagian utang negara.
"Kami memiliki keinginan untuk membayar, tetapi kami tidak memiliki kemampuan untuk membayar. Yang kami coba lakukan sekarang adalah mendapatkan kembali kemampuan itu," katanya. "Itu akan menjadi diskusi yang sangat sulit dan serius."
Pemerintah Sri Lanka awalnya berharap untuk menyetujui rencana pembayaran baru dengan China dan India pada akhir tahun 2022. Pinjaman Beijing ke Sri Lanka mencapai sekitar US$ 7 miliar, sementara dari India berutang sekitar US$ 1 miliar.
[Gambas:Video CNBC]
Nelangsa Sri Lanka: Negara Bangkrut, Chaos & Presiden Kabur
(luc/luc)