Dana Sawit Tahun 2022 Anjlok Setengah, Ada Apa?

News - Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
22 December 2022 14:50
Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo) Foto: Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan, nilai ekspor sawit tahun 2022 mengalami penurunan. Menyusul penutupan keran ekspor yang sempat diberlakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai 28 April sampai 22 Mei 2022.

Meski per 23 Mei 2022 keran ekspor dibuka kembali, namun dengan sejumlah persyaratan dan pembatasan. Termasuk, dengan memberlakukan wajib pemenuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) atas minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya. 

Akibatnya, kata dia, dana pungutan ekspor yang masuk ke BPDPKS pun anjlok, bahkan hingga setengah dari tahun 2021.

Jika dibandingkan dengan tahun 2021, papar Eddy, volume ekspor sawit dari yang sebelumnya 37,78 juta ton menjadi 34,67 juta ton. Di mana, nilai ekspor sawit tahun 2022 diproyeksikan mencapai Rp 30,80 triliun, sementara di tahun 2021 nilai ekspor sawit adalah sebesar Rp 30,32 triliun.

"Ekspor cenderung menurun, disebabkan antara lain karena adanya kebijakan melarang sebagian ekspor kelapa sawit. Sehingga di dalam masa satu bulan itu tidak ada sama sekali kegiatan ekspor. Kalau kita bandingkan di tahun 2021 terjadi suatu penurunan volume ekspor dari 37,78 juta ton menjadi 34,67 juta ton," kata Eddy dalam Konferensi Pers Akhir Tahun BPDPKS 2022 di Jakarta, Kamis (22/12/2022).

"Jumlah pungutan ekspor tahun 2022 yang bisa dihimpun akan berkisar Rp 34,67 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai Rp 71,64 triliun memang seolah terjadi penurunan yang cukup besar. Memang demikian disebabkan pada bulan April-Mei 2022 pemerintah menetapkan kebijakan larangan sementara ekspor CPO dan turunannya, sehingga di dalam periode tadi BPDPKS tidak mendapatkan penerimaan dari pungutan ekspor," tambah dia.

Kemudian, pada 15 Juli yang lalu, dalam rangka untuk mengakselerasi kegiatan ekspor setelah periode larangan ekspor dan DMO, pemerintah juga melakukan moratorium terhadap pungutan ekspor, dengan tujuan agar mengurangi beban eksportir sehingga produk ekspor sawit bisa kompetitif.

"Tanggal 15 Juli itu pemerintah membebaskan pungutan ekspor sawit artinya 0%, kemudian itu berlaku terus sampai tanggal 15 November yang lalu," ujarnya.

"Jadi kurang lebih itu empat bulan BPDPKS tidak mendapatkan penerimaan ekspor karena tarif pungutan ekspor ditetapkan US$ 0 per ton," tambah Eddy.

Baru kemudian, sejak 16 November yang lalu berdasarkan peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tarif pungutan ekspor, di mana apabila harga sawit sudah mencapai US$ 800 per ton atau lebih, maka pungutan ekspor berlaku lagi.

"Sehingga pada 16 November lalu, harga CPO sudah di atas US$ 800 per ton, sehingga pungutan ekspor kembali berlaku," kata Eddy.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Live Now! Kupas Tuntas Kebijakan Kelapa Sawit di RI


(dce)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading