CNBC Indonesia Research

Menakar Usaha Pemerintah dalam Ambisi Transisi Energi

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Rabu, 21/12/2022 07:15 WIB
Foto: dok. PLN

Jakarta, CNBC Indonesia - Transisi energi kini telah populer di telinga rakyat Indonesia. Pemerintah kerap membuat heboh dengan gebrakan yang dilakukan dalam upaya agar ambisi ini berjalan secepat mungkin.

Hingga saat ini, pemerintah tengah memberikan perhatian penuh untuk terus mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan penerapan prinsip ekonomi hijau.

Di tambah lagi, Kebijakan dan Peraturan sudah dikeluarkan guna mengiringi transisi energi tersebut menjadi salah satu program utama yang diatur dalam Kebijakan Energi Nasional/KEN sesuai Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014.


Keseriusan terus progresif sejak isu transisi energi masuk dalam salah satu topik Presiden G20 Indonesia tahun ini, sehingga energi baru terbarukan adalah sektor prioritas dalam pembangunan Indonesia di masa depan.

Biodisel Punya Peranan Penting

Dalam sebuah konferensi rangkaian Presidensi G20 Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pernah mengatakan bahwa pengembangan biodiesel yang merupakan salah satu sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) memiliki peran strategis dalam berbagai aspek pembangunan. Salah satunya, berkontribusi dalam aksi perubahan iklim Tanah Air.

Jika kita melihat data Kementerian ESDM, nilai ekonomi dari implementasi B30 pada tahun 2021 mencapailebih dari US$4 miliardan berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e.

Melihat keberhasilan ini, pemerintah tentunya optimis menargetkan peningkatan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi 23% pada 2025 dari 11% saat ini. Melihat hal ini sektor energi memang tengah menjadi sektor prioritas pemerintah dalam penurunan emisi GRK. Bukan tanpa alasan, kontribusi energi terhadap emisi GRK bisa mencapai 36%.

Dengan demikian, biodiesel menjadi salah satu upaya pemerintah mewujudkan transisi energi. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), biodiesel menyumbang 4,1% dari total 11,7% bauran EBT nasional.

Pemerintah mencanangkan program mandatori biodiesel dengan campuran sawit sejak 2008. Bermula dengan kadar campuran 2,5%, kini persentase campuran biodiesel telah mencapai 30%.

Biodiesel memang berperan sebagai langkah awal Indonesia beralih dari energi fosil ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT), khususnya di sektor transportasi. Namun, mengingat berbagai risiko yang mungkin muncul, Traction menilai peran biodiesel di masa depan perlu dipertimbangkan.

Meski berperan dalam transisi energi, terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bahan bakar nabati ini.

Penyebabnya, pengembangan biodiesel dapat memunculkan sejumlah risiko jika tidak dikelola secara keberlanjutan. Hal ini justru akan kontradiktif dengan upaya Indonesia dalam menurunkan emisi GRK serta memberi sejumlah dampak negatif dari sisi lingkungan maupun sosial dan ekonomi.

Sebenarnya, dimana masalahnya?

Dari telusuran Tim Riset CNBC Indonesia, ternyata permasalahannya adalah emisi yang dihasilkan biodiesel berbasis CPO cukup besar. emisi biodiesel sudah dihasilkan sejak fase perkebunan sawit. Sumber emisi itu berasal dari proses alih fungsi lahan, pembibitan, pemupukan, penggunaan BBM untuk kendaraan pengangkut, hingga penggunaan listrik.

Sumber emisi dari tahap perkebunan CPO adalah sekitar 80-94 persen, khususnya jika dibuka di lahan gambut. Sebab itu, Adanya risiko yang ditimbulkan justru jadi kontradiktif dengan upaya penurunan GRK nasional.

Kalau berbicara berkelanjutan inilah permasalahannya, kecuali pemerintah beserta perusahaan ingin berbenah dari hulu-hingga hilirisasi perkebunannya.

Kalau kita lihat pada penelitian dari Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporannya yang berjudul "Critical Review on The Biofuel Development Policy in Indonesia" menyebutkan salah satu faktor terjadinya deforestasi adalah defisit lahan.

Maka dari itu, risiko tarik menarik kepentingan antara sektor energi dan pangan dalam penggunaan CPO dapat terjadi.

Itu jika kita lihat dalam jangka panjang, namun secara jangka pendek lagi-lagi usaha pemerintah ini tentunya sudah cukup signifikan serta merupakan upaya strategis untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM)sekaligus meningkatkan buaran energi baru terbarukan di Indonesia.

Apalagi, saat ini pemerintah sudah rampung menyelesaikan uji jalan (Road Test) penggunaan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel dengan campuran 40 persen (B40) pada kendaraan bermesin diesel.

Ini dilakukan sebagai langkah awal menekan impor bahan bakar minyak (BBM) yang dianggap merugikan negara dengan jumlah subsidi yang terbilang besar.

Baca Halaman Selanjutnya >>> Menguak Efektifnya Langkah yang Telah Dilakukan Pemerintah


(aum/aum)
Pages