Internasional

Negara Ini Mau Bangkrut, Rela Jual Kedutaannya di Luar Negeri

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
20 December 2022 15:10
Orang-orang meneriakkan slogan-slogan saat mereka membakar ban untuk memblokir jalan raya utama selama protes mengutuk insiden penembakan pada long march yang diadakan oleh mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, di Wazirabad, Pakistan 4 November 2022. (REUTERS/AKHTAR SOOMRO)
Foto: Orang-orang meneriakkan slogan-slogan saat mereka membakar ban untuk memblokir jalan raya utama selama protes mengutuk insiden penembakan pada long march yang diadakan oleh mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, di Wazirabad, Pakistan 4 November 2022. (REUTERS/AKHTAR SOOMRO)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pakistan saat ini dilanda krisis ekonomi. Hal ini ditandai dengan inflasi yang mencapai 42% dan juga menipisnya devisa Negeri Ali Jinnah itu.

Dalam laporan media lokal, Islam Khabar, Pakistan diprediksi akan mengalami krisis energi dan pangan menjelang musim dingin. Meski mengalami krisis energi, Menteri Luar Negeri Bilawal Bhutto Zardari menyebut negaranya tidak akan menerima minyak atau gas dari Rusia.

Menurut surat kabar itu, hal ini semata-mata untuk menenangkan hubungan geopolitik dengan Amerika Serikat (AS). Kedekatan dengan Washington pun dipilih sebagai akibat dari kemerosotan ekonomi Pakistan.

Di laporan surat kabar Dawn, cadangan bank sentral Pakistan turun dari US$ 15 miliar menjadi US$ 6,7 miliar. Pinjaman luar negeri akan gagal bayar sebagai akibat dari insiden luar negeri yang menurun ini. Jumlah yang tersisa di cadangan mungkin hanya cukup untuk menutupi impor selama satu bulan.

Obat-obatan juga menjadi salah satu hal yang menipis dalam 6 bulan terakhir di negara itu. Pakistan bahkan kehabisan obat umum untuk demam dan nyeri, Panadol, pada September 2022 ketika dilanda banjir parah dan wabah demam berdarah.

Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan diabetes, serta suplemen Vitamin C mengalami kekurangan pasokannya.

Terlepas dari kenyataan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi internasional lainnya bergegas membantu banjir yang melanda Pakistan tahun ini, hanya sepertiga dari kebutuhan donasi Pakistan yang terpenuhi. Penggalangan sendiri akan berakhir pada Januari 2023.

"PBB telah meminta US$ 816 juta, namun LSM PBB hanya menerima US$ 262 juta dalam bentuk bantuan internasional," menurut Islam Khabar yang dikutip Business World, Selasa (20/12/2022).

Situasi sektor industri juga kritis, dengan sektor manufaktur besar turun 7,75%. Pertanian di Pakistan juga berada dalam keadaan genting, karena kebijakan pemerintah yang buruk, kurangnya investasi, dan kurangnya otomatisasi.

Sementara itu, pemerintah negara itu sendiri diketahui sedang mengambil langkah-langkah untuk memperoleh pendapatan devisa terbaru. Salah satunya adalah menjual gedung lama Kedutaan Pakistan di Washington DC yang diperkirakan bernilai US$ 5-6 juta.

"Kedutaan Besar Pakistan di AS telah menerima anggukan dari kantor luar negeri untuk menjual gedung lamanya, yang terbengkalai selama 15 tahun terakhir," mengutip kantor berita ARY.

Selain menjual bangunan kedutaannya, Pakistan juga dilaporkan akan mencari bantuan keuangan kepada Arab Saudi. Dalam laporan media India, DailyO, bantuan keuangan yang ditargetkan dari Riyadh mencapai miliaran dolar.

"Pakistan memiliki hubungan saudara dengan Arab Saudi. Kedua negara saling membantu pada saat dibutuhkan," kata seorang pejabat media keuangan kepada Reuters.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Astaga Naga! Negara Asia Ini Mau Bangkrut, BBM Mau 'Kiamat'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular