
Eropa di Ambang 'Kekacauan' Energi, Pasokan Gas Kian Sulit

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara Eropa diprediksi akan mengalami krisis energi yang besar pada tahun depan. Hal ini dilakukan pascakeputusan sebagian besar negara Benua Biru untuk beralih dari pasokan Rusia setelah perang meletus di Ukraina.
Tahun ini, Uni Eropa (UE) berhasil mengisi cadangan hingga mencapai puncak hingga 96% penuh pada bulan November demi memastikan pasokan musim dingin yang cukup. Meski begitu, kejadian yang sama dikhawatirkan tidak akan terjadi di tahun depan.
"Banyak keadaan yang memungkinkan negara-negara UE untuk mengisi tempat penyimpanan mereka menjelang musim dingin ini mungkin tidak akan terulang pada tahun 2023," kata Fatih Birol, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) yang berbasis di Paris pekan lalu kepada Reuters.
IEA mengatakan Eropa dapat menghadapi kekurangan hampir 30 miliar meter kubik (bcm) pada musim dingin mendatang. Ini setara dengan hampir 7% dari permintaan tahun 2021.
Eropa sendiri mulai bergantung dari kapasitas gas alam cair (LNG) dibandingkan gas pipa dari Rusia yang biasanya menyuplai 40% kebutuhan wilayah itu.
Walau begitu, analis di Wood Mackenzie memperkirakan hingga 25 bcm lebih sedikit gas Rusia akan mencapai Eropa untuk musim pengisian 2023 dari April hingga akhir September ketika suhu musim panas mengurangi permintaan.
Itu berarti level yang tersisa di penyimpanan pada akhir musim dingin ini akan menentukan skala tantangan untuk musim dingin berikutnya.
Analis Energy Aspects Leon Izbicki memperkirakan stok Eropa akan berada di sekitar 55 bcm, atau lebih dari setengah penuh pada akhir Maret dibandingkan dengan level sekitar 84% sekarang.
Di sisi lain, Komisi Eropa mengatakan ruang-ruang penyimpanan harus 90% penuh pada 1 November 2023.
"Berdasarkan perkiraan harga gas rata-rata 95 euro per megawatt hour (MWh) untuk tahun 2023, ada biaya sekitar 58 miliar euro bagi Eropa untuk memenuhi target," ujarnya.
Selain dari Rusia, Eropa juga berjuang untuk mencari pemasok LNG baru dan memperluas penyimpanannya. Data yang dikumpulkan oleh Administrasi Informasi Energi (IEA) Amerika Serikat (AS) menyebut kapasitas impor LNG Eropa dan Inggris akan meningkat sekitar 25% pada akhir 2023 dibandingkan dengan level tahun 2021.
Namun, memiliki kapasitas bukanlah jaminan pasokan. Eropa diperkirakan akan menghadapi persaingan sengit dari negara-negara Asia untuk mendapatkan LNG yang akan menaikkan biaya.
"Konsumsi Asia dapat bergeser dari penarik ke Eropa menjadi angin sakal utama untuk pembelian Eropa," kata Sean Morgan, direktur di perusahaan perbankan AS Evercore ISI.
Upaya Eropa untuk memberlakukan batasan harga gas di UE juga dapat kain menghambat upaya untuk mengamankan kargo negara-negara di wilayah itu. Langkah ini sendiri mendapatkan pertentangan dari Jerman yang merupakan ekonomi terbesar di wilayah itu dengan dalih ketakutan akan kurangnya suplai.
Raksasa otomotif Jerman Mercedes-Benz, misalnya, mengatakan dapat memangkas penggunaan gas hingga 50% tahun ini dengan menggunakan lebih banyak listrik terbarukan sementara pengecer di seluruh Eropa telah meredupkan lampu dan mematikan layar iklan.
"Fokus akan terus berada pada pengurangan sisi permintaan tahun depan, dengan skala tantangan sebagian bergantung pada di mana stok keluar dari musim dingin," kata Luke Cottell, analis senior di Timera Energy.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Masih Ngeri, 'Kiamat' Baru Menghantam Bulan Depan
