Benarkah Harta Karun di Lumpur Lapindo Bikin RI jadi 'Raja'?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan hasil temuan 'Harta Karun' berupa mineral kritis yakni Lithium dan Stronsium.
Dengan adanya kandungan itu, sejatinya menjadi pelengkap Indonesia bisa menjadi 'Raja' baterai kendaraan listrik khususnya dalam pengembangan baterai kendaraan listrik. Sebab, bahan baku untuk pengembangan baterai listrik bukan hanya dari nikel maupun mineral logam tanah jarang, melainkan juga Lithium.
Lalu apakah benar Indonesia bisa menjadi raja baterai kendaraan listrik dengan adanya penemuan Lithium ini?
Kepala Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi Kementerian ESDM, Hariyanto mengungkapkan kadar lithium yang terkandung dalam Lumpur Lapindo masih tergolong rendah. Hal ini bila dibandingkan dengan negara yang memiliki potensi yang hampir sama, seperti Argentina.
"Kadar lithium di Lumpur Sidoarjo sendiri relatif rendah dibandingkan di negara yang punya potensi hampir sama, misal di Argentina," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Selasa (20/12/2022).
Mengacu pada data Bagan Geologi, kandungan Lithium di Lumpur Lapindo, Sidoarjo itu kadarnya mencapai 99 - 280 PPM sementara untuk Stronsium kadarnya mencapai 255 - 650 PPM. "Kandungannya untuk lithium 99-280 ppm, untuk stronsium itu 255-650 ppm," ujarnya.
Dia menyebutkan, Lumpur Lapindo yang terus mengalir dinilai menambah kekayaan akan kandungan Lithium di sana. Sehingga potensi "Harta Karun" Indonesia akan lithium akan semakin menjanjikan. "Lumpur Lapindo ini mengalir terus menerus, ini yang membuat semacam proses pengkayaan dari lithium yang ada di sana," pungkasnya.
Selain itu, Hariyanto menyebutkan, Badan Geologi telah melakukan uji ekstraksi pada lumpur lapindo melalui 2 cara yaitu asam dan basa. Uji ekstraksi yang dilakukan pada tahun 2020 tersebut bekerja sama dengan mitra di Kementerian ESDM tepatnya balai besar pengujian mineral dan batu bara atau TEKMIRA.
"Uji ekstraksi pernah dilakukan kami Badan Geologi bekerja sama dengan unit yang ada di ESDM lainnya disebut dengan balai besar TEKMIRA, Teknologi Mineral dan Batu Bara. Ini melakukan proses ekstraksi lithium dengan pelindian secara asam dan basa," jelasnya.
Namun begitu, Hariyanto menekankan semua proses yang dilakukan adalah melalui lumpur yang sudah terendapkan. Sehingga lumpur yang sudah memiliki suhu normal, sama seperti di lingkungan sekitarnya, baru bisa dilakukan proses ekstraksi.
"Jadi ini yang dikayakkan dengan proses pengendapan tersebut. Ini diambil pada suhu lingkungan, bukan lumpur yang kondisi panas lantas kita lakukan pemanfaatannya, namun lumpur yang telah melalui pengendapan," tekannya.
(pgr/pgr)