Heboh Bagi Hasil Migas Meranti, Ini Respons Menteri ESDM

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
16 December 2022 19:15
Kilang minyak
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan bahwa realisasi produksi minyak siap jual atau lifting Blok Malacca Strait yang berada di Kabupaten Kepulauan Meranti belakangan ini menunjukkan adanya tren penurunan.

Hal tersebut merespons adanya keluhan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil belum lama ini.

"Data dari SKK Migas memang menunjukkan demikian, tapi memang meskipun demikian harga dari komoditasnya kan cukup bagus," ungkap Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (16/12/2022).

Adapun dengan adanya penurunan produksi lifting, tentu saja hal itu akan berdampak pada penerimaan daerah melalui Dana Bagi Hasil (DBH) migas. Meski begitu, untuk DBH sendiri Kementerian Keuangan sudah mengaturnya secara cermat.

"Kita kan cuma catat lifting, PNBP semuanya kan kirim ke sana," kata dia.

Seperti diketahui, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia diwarnai dengan luapan amarah Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil.

Dari siaran Rakornas yang ditayangkan channel Diskominfotik Provinsi Riau akhir pekan lalu, Adil tampak mengarahkan kemarahannya saat bertemu dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Lucky Alfirman.

Perihal kekesalan Adil sebenarnya terkait dengan Dana Bagi Hasil (DBH) produksi minyak dari Meranti yang semakin ke sini semakin minim besarannya diberikan Kemenkeu.

Hal tersebut tidak sebanding dengan kenyataan di lapangan. Pasalnya, menurut Adil, harga minyak Meranti terus meninggi di tengah terkereknya harga minyak dunia dan naiknya nilai tukar dolar AS.

"Minyak kami itu bertambah banyak. Bahkan, hampir 8.000 barrels per day," ungkapnya.

Dengan besaran produksi ini, seharusnya DBH yang diberikan sesuai. Adil telah berulang kali menyurati Kementerian Keuangan untuk melakukan audiensi, tetapi jajaran kementerian meminta audiensi dilakukan secara online.

Adil pun mengadu kepada Kementerian Dalam Negeri dan semua bisa dijalankan secara offline.

"Kementerian Keuangan susahnya gak ketulungan," ungkapnya.

Dia pun menceritakan bahwa Meranti menerima DBH sebesar Rp 114 miliar pada 2022 dengan asumsi harga minyak di US$ 60 dolar per barel.

Kemudian, tahun depan, Meranti akan mendapatkan DBH dengan acuan asumsi harga minyak US$ 100 dolar per barel sesuai dengan nota keuangan. Namun, Adil menjelaskan bahwa hal ini pun harus dikonfirmasi dengan susah payah ke Kementerian Keuangan.

"Kemarin waktu Zoom (meeting) dengan Kementerian Keuangan tidak bisa menyampaikan dengan terang, baru menyampaikan dengan terang bahwa US$ 100 dolar per barel setelah didesak," kata Adil.

Adil pun menceritakan bahwa dirinya harus mengejar jajaran Kementerian Keuangan hingga ke Bandung, Jawa Barat. Sayangnya, pertemuan tidak dihadiri oleh pejabat yang kompeten.

"Sampai saya itu ngomong, ini uang keuangan isinya iblis atau setan," katanya.

Meranti merupakan salah satu daerah produsen minyak terbesar di Indonesia. Daerah itu kata dia mampu memproduksi minyak mentah hingga 7.500-8.000 barel per hari saat ini, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari. Produksi itu pun telah membuat 103 sumur minyak kering.

"Minyak kami pak, 103 sumur kering, kalau 100 sumur lagi kering miskin total, kami tidak perlu bantuan dari provinsi, dari pempus, serahkan saja duit minyak kami, sudah selesai itu," ucap Adil.

Jumlah produksi itu pun menurutnya sudah hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas, yaitu 9.000 barel per hari. Untuk mengejar target itu, Meranti menurutnya terus gencar melakukan penggalian sumur dari tahun ini 15 sumur, hingga 2023 sebanyak 19 sumur minyak mentah.

Tapi, dengan kinerja produksi itu, Adil mengungkapkan, uang dari hasil produksi yang telah diserahkan Meranti ke pemerintah pusat tidak diberikan secara benar. Sebagaimana disampaikan di atas, DBH tahun 2022 sebesar Rp 114 miliar dan tahun depan, nilainya hanya naik sekitar Rp 700 juta. Padahal, asumsi harga minyanya US$ 100 per barel.

Ia berpendapat, dana yang tidak terserahkan ini menjadi masalah karena Meranti merupakan daerah miskin ekstrem dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68%. Padahal, Presiden Joko Widodo ditegaskannya telah memerintahkan penuntasan kemiskinan ekstrem pada 2024.

"Ini karena kami daerah miskin kalau kami kaya kami biarkan saja mau diambil Rp10 triliun pun enggak apa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem. Jadi kalau daerah miskin, bapak ibu ambil uangnya entah dibawa ke mana, pemerataan, pemerataan ke mana?" ujar Adil.

Jika hal ini tidak jua ada kejelasan, Adil meminta agar pemerintah tidak mengambil minyak dari Meranti.

"Nanti bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu, gak apa-apa kami juga bisa makan. Daripada uang kami dihisap sama pusat," tegasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng! ESDM Tolak Masuk Perusahaan Kanada di Blok Migas Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular