Ekonom Indef: Indonesia Bisa Demam, Kalau China Batuk

News - Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
14 December 2022 20:51
Indonesian President Joko Widodo, right, shakes hands with Chinese President Xi Jinping during their bilateral meeting on the sidelines of the G20 summit in Nusa Dua, Bali, Indonesia, Wednesday, Nov. 16, 2022.     Achmad Ibrahim/Pool via REUTERS Foto: via REUTERS/POOL

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior Indef Muhammad Nawir Messi mengungkapkan bahaya yang ditimbulkan dari perlambatan ekonomi China terhadap Indonesia. Pasalnya, China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Oleh karena itu, terdapat elastisitas pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap China sebesar 0,1%.

"Padahal kata para ekonom, kalau China batuk kita mulai demam karena elastisitas pertumbuhan China terhadap ekonomi Indonesia itu 0,1%," ujarnya dalam acara Indef School of Political Economy Jurnalisme Ekonomi, Selasa (14/12/2022).

"Ya elastisitasnya gini, kalau China tumbuh 10% itu akan mendongkrak pertumbuhan kita 1%. Jadi namanya elastisitasnya 0,1. Sebaliknya gitu, kalau dia turun 10% kita akan turun 1%, " tambahnya.

Batuknya China yang dimaksud oleh Nawir adalah pelemahan ekonomi yang terjadi di China saat ini akibat pemberlakukan kebijakan Zero Covid. Maklum saja, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, saat kerusuhan terjadi dan berdampak pada roda bisnis, maka negara lain akan terkena dampaknya.

Ekonomi China memiliki kontribusi mencapai 18,6% terhadap produk domestik bruto (PDB) global pada 2021 yang sebesar US$ 96,3 triliun, mengalahkan Amerika Serikat (AS). Ini membuat kesehatan ekonomi negeri Tirai Bambu itu menjadi penting bagi seluruh negara di dunia.

Namun, beberapa waktu lalu China mengumumkan pelonggaran pembatasan Covid secara nasional pada Rabu (7/12/2022). Sebelumnya, otoritas telah mengeluarkan serangkaian langkah pelonggaran lain. Di bawah pedoman baru yang diumumkan oleh Komisi Kesehatan Nasional (NHC), frekuensi dan ruang lingkup pengujian PCR akan dikurangi.

"Pengujian PCR massal hanya dilakukan di sekolah, rumah sakit, panti jompo dan unit kerja berisiko tinggi; ruang lingkup dan frekuensi pengujian PCR akan makin dikurangi," kata aturan baru tersebut, dilansir AFP, minggu lalu (7/12/2022).


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ada Fenomena Mantan Pasien Covid-19 Malah Ditolak Warga


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading