China Bahayakan RI! Dampaknya Sudah Terasa, Cuan Dagang Turun

Maesaroh, CNBC Indonesia
14 December 2022 16:10
Kemacetan lalu lintas terjadi di dekat JICT 1 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Kemacetan lalu lintas terjadi di dekat JICT 1 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan diperkirakan menyusut pada November 2022 sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan melemahnya harga komoditas.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada November 2022 sebesar US$ 4,4 miliar. Surplus lebih rendah dibandingkan Oktober 2022 yang mencapai US$ 5,67 miliar.  Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 8,98% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 5,04%.

Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 31 bulan beruntun.  Sebagai catatan, nilai ekspor Oktober 2022 mencapai US$ 24,81 miliar atau melonjak 12,30% (yoy). Impor tercatat US$ 19,13 miliar atau melesat 17,44% (yoy).

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode November 2022 pada Kamis (15/12/2022).

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan surplus akan mengecil karena ada penurunan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia. Surplus juga melandai karena harga sejumlah harga komoditas melandai.

"Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat sejalan dengan penurunan permintaan akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang utama," tutur Damhuri, kepada CNBC Indonesia.

Seperti diketahui, ekspor China melandai 8,7% (yoy) sementara impor mereka anjlok 10,6% (yoy) pada November 2022. Melemahnya impor China menjadi sinyal jika permintaan domestik mereka tengah melandai dan ini bisa berdampak ke Indonesia mengingat Negara Tirai Bambu merupakan mitra perdagangan terbesar.


PMI Manufaktur Jepang dan Amerika Serikat (AS) juga melandai pada November yang menandai melambat aktivitas bisnis di negara tersebut. 

PMI Manufaktur Jepang melandai ke 49 pada November 2022. Ini adalah kali pertama Jepang mencatatkan PMI Manufaktur di bawah 50 atau non-ekspansif sejak Januari 2021.

PMI AS melandai ke 47,7 pada November 2022 yang menandai kontraksi pertama sejak Juni 2020.

AS dan Jepang merupakan pasar ekspor terbesar untuk Indonesia setelah China. Terkontraksinya PMI Manufaktur kedua negara menjadi sinyal ada perlambatan ekonomi di negara tersebut yang akan berdampak ke permintaan impor dari Indonesia.

Surplus diperkirakan akan melandai pada November 2022 karena harga komoditas andalan Indonesia melandai.

Merujuk pada Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada November 2022 tercatat US$ 340,2 per ton, lebih rendah dibandingkan harga Oktober yakni US$389,8 per ton. Batu bara menyumbang sekitar 15% dari ekspor Indonesia sehingga pelemahan harga akan berdampak kepada nilai ekspor.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan impor tidak akan berlari kencang pada November 2022. Kondisi ini setidaknya tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang turun menjadi 50,3 dari 51,8 pada November.

 TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular