Iran Ngeri, Ramai-Ramai Warga Dieksekusi Mati
Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi panas kini melanda politik dalam negeri Iran. Terbaru, puluhan warga dijatuhi hukuman mati.
Salah satunya adalah pesepak bola profesional Amir Nasr-Azadani. Ini terkait keterlibatannya dalam demo menuntut hak perempuan seiring masifnya protes karena kematian Mahsa Amini.
Nasr-Azadani sendiri masih berusia 26 tahun. Ia merupakan mantan pemain tim sepak bola Rah-Ahan, Tractor, dan Gol-e Rayhan.
Penangkapannya dilakukan November. Kala itu, seorang kolonel polisi bernama Esmaeil Cheraghi meninggal selama protes nasional berlangsung menuntut keadilan ke Amini.
Tiga hari kemudian, sejumlah orang ditangkap. Nasr-Azadani adalah salah satunya.
Menurut Iran Wire, dikutip Insider, ia ditangkap pada bulan November karena dituduh "berperang melawan Tuhan". Beberapa klaim mengatakan ia dipaksa mengaku.
Serikat pemain sepak bola internasional, FIFFRO, mengecam keputusan itu. Organisasi itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka terkejut dan muaf akan hal ini.
"Kami berdiri dalam solidaritas dengan Amir (Nasr-Azadani) dan menyerukan agar hukumannya segera dicabut," katanya, dikutip Rabu (14/12/2022).
Dalam catatan Insider, setidaknya ada 28 orang yang dijatuhi eksekusi mati di Iran. Tiga di antaranya bahkan anak-anak.
"Di antara mereka adalah tiga anak, yang semuanya dituduh melakukan korupsi di Bumi," tulis artikel itu.
"Ketiga anak itu disiksa secara fisik selama penahanan mereka," tulis BBC Persia.
Sebelumnya mengutip AFP, dua orang telah benar-benar dieksekusi pekan lalu. Mereka adalah Majidreza Rahnavard dan Mohsen Shekari, sama-sama berumur 23 tahun.
Hukuman gantung keduanya saling berselang beberapa hari. Mereka dilaporkan digantung di pusat kota dan dilihat warga.
Direktur kelompok Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang berbasis di Oslo, Norwegia, Mahmood Amiry-Moghaddam, mengatakan hukuman mati berdasarkan pengakuan yang dipaksakan. Persidangan juga direkayasa.
"Eksekusi publik terhadap pengunjuk rasa muda, 23 hari setelah penangkapannya, adalah kejahatan serius lainnya yang dilakukan oleh para pemimpin republik Islam," katanya.
Amerika Serikat (AS) melalui juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price juga mengecam keras tindakan Iran. Ia menggarisbawahi tindakan itu dan mengaitkannya denna betala takutnya kepemimpinan Iran pada rakyatnya sendiri.
Iran sendiri sudah berminggu-minggu dilanda protes keras warga. Ini terkait kematian dalam tahanan seorang perempuan muda bernama Mahsa Amini, 16 September lalu.
Wanita Kurdi 22 tahun itu ditangkap oleh polisi moralitas Iran. Ia diduga melanggar aturan berpakaian ketat namun berujung perlakuan buruk di penjara dan meninggal.
Demonstrasi kemudian menjurus ke desakan jatunya rezim. Iran menyebut asing berperan dalam kejadian itu, membuat situasi memanas di negerinya.
Sikap keras Iran ke pendemo juga dikecam Uni Europa (UE). Senin, Brussel memberi sanksi kepada sejumlah orang di dunia penyiaran Iran karena dianggap "menyiarkan pengakuan paksa tahanan".
Panglima Angkatan Darat Abdolrahim Mousavi, wakil menteri dalam negeri, dan komandan regional Korps Pengawal Revolusi juga terkena sanksi. Mereka dihukum dengan pembekuan aset dan larangan visa.
Dari data IHR, situasi Iran rentan risiko eksekusi massal. Dari data Amnesty International, Iran memang menjadi negara pengguna hukuman mati paling produktif di dunia setelah China.
Penggunaan hukuman mati oleh Iran adalah bagian dari tindakan keras yang menurut organisasi itu. Di mana pasukan keamanan Iran telah membunuh setidaknya 458 orang, meski tak disebut rinci kejadiannya.
PBB mencatat ada 14.000 orang telah lain ditangkap terkait demo Amini. Diyakini sekitar selusin orang juga tengah menghadapi dakwaan yang bisa membuat mereka dijatuhi hukuman mati.
(sef/sef)