CNBC Indonesia Research

Menguak Cerita 'Sang Kereta Cepat' yang Bebannya Begitu Berat

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
14 December 2022 11:00
1244825057
Foto: SOPA Images/LightRocket via Gett/SOPA Images

Pembengkakan Biaya

Untuk diketahui, proyek tersebut melibatkan China lewat konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Kongsi itu bertanggung jawab terhadap pembangunan kereta cepat hingga pengoperasiannya.

Biaya pembangunan tiba-tiba disebut membengkak di tengah progress pembangunan yang terus menerus mundur dari targetnya.

Sejatinya sejak awal proyek berjalan, bengkak biaya memang tak cuma terjadi sekali. Menurut catatan CNBC, awalnya kereta cepat dibangun dengan investasi cuma US$ 5,5 miliar dalam kurs Rp 85,8 triliun (kurs Rp 15.600).

Di tengah jalan, biaya proyek mengalami pembengkakan menjadi US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 92 triliun dan akhirnya bengkak lagi menjadi US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 94,6 triliun.

Jumlah terakhir sebesar US$ 6,07 miliar itu kemungkinan bisa bertambah besar. Pasalnya, cost overrun kembali ditemukan di proyek kereta cepat yang membentang sepanjang 142 kilometer itu. Hal ini diungkapkan pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu pemegang saham KCIC bulan September 2021 dalam rapat kerja dengan DPR.

Perhitungan bengkak kereta cepat pun langsung dilakukan dengan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Setidaknya ada dua kali asersi perhitungan yang dilakukan BPKP soal bengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Hasil perhitungan paling akhir sempat diumumkan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Hasilnya, diputuskan bengkak kereta cepat senilai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 21,8 triliun.

Dengan hitungan BPKP, artinya proyek kereta cepat bakal bengkak menjadi sekitar US$ 7,5 miliar atau sekitar Rp 117 triliun.

Masalah tak sampai disini, belakangan terungkap ternyata hitungan bengkak proyek dari BPKP belum disetujui pihak China. Malah, ternyata China punya perhitungan bengkak biaya tersendiri yang totalnya berbeda dengan hitungan pihak Indonesia lewat BPKP.

Bahkan, jumlah hitungan bengkak proyek versi China lebih kecil jumlahnya daripada yang dihitung BPKP.

Sampai awal Desember ini pun, belum juga terjadi kesepakatan antara China dan Indonesia soal berapa sebetulnya angka bengkak proyek kereta cepat yang harus dibiayai. Angkanya menyentuh US$ 1 miliar pun tidak. Pada November lalu, Dwiyana pernah mengungkapkan hitungan bengkak proyek kereta cepat oleh pihak China cuma US$ 980 juta atau Rp 15,2 triliun.

Lalu, kenapa hitungan ini bisa berbeda?

Berdasarkan Riset CNBC Indonesia, ini persoalan beberapa aspek perhitungan yang berbeda. Diketahui, memang China tidak mau menghitung pajak pengadaan lahan, investasi persinyalan dan kelistrikan di pembangunan kereta cepat. Ada beberapa kondisi di China yang berbeda dengan Indonesia.

Di sisi lain, cost overrun akan dibiayai dengan cara menyetor ekuitas tambahan dan juga menambah pinjaman ke pihak China Development Bank (CDB).

Persentasenya, jumlah bengkak itu sebanyak 25% akan dibiayai dengan tambahan modal lewat KCIC, sementara sisanya akan dilakukan dengan pinjaman oleh CDB. Artinya, pihak Indonesia harus menyetor modal tambahan ke KCIC yang diisi gabungan kongsi perusahaan pelat merah Indonesia dan juga perusahaan China.

Dalam struktur saham kepemilikan KCIC, porsi gabungan BUMN Indonesia sendiri mencapai 60%, 40% sisanya adalah kepemilikan konsorsium China. Jadi, dari 25% biaya bengkak kereta cepat yang nantinya disetujui, Indonesia harus menambah modal sebesar 60% dari jumlah tersebut.

Namun demikian, pihak perseroan yakin persoalan perdebatan soal negosiasi bengkak kereta cepat ini bisa selesai akhir tahun ini. Sejalan dengan itu, suntikan modal negara untuk membiayai bengkak proyek itu pun rencananya bisa langsung terealisasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular