
Jerman Siap Berbisnis dengan Rusia, Gak Kuat Lawan Putin?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kanselir Jerman Olaf Scholz memberikan sinyal bahwa Jerman harus melakukan bisnis dengan Rusia kembali.
Hal ini terjadi pascakeputusan negara itu dan sekutunya yang menangguhkan sebagian besar kegiatan ekonomi dengan Moskow sebagai tanggapan serangan militer Kremlin di Ukraina.
Dalam keterangannya, Scholz menyebut kegiatan bisnis ini dapat dilakukan saat Moskow mengakhiri perang di Ukraina. Ia optimistis bahwa Rusia tidak akan menang dalam perang itu.
"Pemerintah Rusia yang mengakhiri permusuhan membutuhkan kesempatan untuk memulai kembali kerja sama ekonomi, di lain waktu jika memungkinkan. Sekarang bukan waktunya," kata Scholz pada pertemuan Komite Timur untuk Bisnis Jerman (OA), Senin (12/12/2022) dikutip Russia Today.
"Saat ini, hubungan yang kami miliki sedang diperkecil. Uni Eropa (UE) sedang memperketat sanksi sekarang, tetapi Rusia akan tetap menjadi negara terbesar di benua Eropa setelah konflik diselesaikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk melakukan persiapan dari saat ini."
Scholz menggambarkan konflik saat ini sebagai upaya Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menciptakan kembali Kekaisaran Rusia yang malah menghancurkan masa depan negara itu. Ia juga menekankan kembali poin terkait tuduhan bahwa Moskow melakukan kekejaman terhadap warga sipil Ukraina.
Dalam memanasnya hubungan Berlin dan Rusia pascaperang di Ukraina, Jerman menderita krisis energi. Ini diakibatkan ketergantungan Negeri Rhein itu pada pasokan gas dari Rusia sebelumnya.
Saat perang, Jerman bersama negara-negara Eropa ikut memutuskan akan memperkecil impor energi dari Negeri Beruang Putih untuk menekan pendapatan negara itu yang diduga digunakan untuk perang.
Awal bulan ini, duta besar Jerman di Washington mengakui masalah ekonomi, tetapi mengatakan ini adalah harga kecil yang harus dibayar untuk 'transformasi mendalam' negaranya menjadi kekuatan kontinental yang diremiliterisasi.
Sementara itu, pekan lalu, pendahulu Scholz, Angela Merkel, mengakui bahwa perjanjian Minsk 2014 yang disusun untuk meredakan ketegangan di Ukraina Timur bukanlah demi menyelesaikan perang namun mempersiapkan Kyiv dengan senjata yang mumpuni untuk melawan Kyiv.
Putin mengatakan ia kecewa dengan pengakuan Merkel itu dan saat ini tingkat kepercayaan antara Moskow dan Berlin telah mencapai titik yang 'hampir nol'.
Putin melancarkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Serangan ini didasari oleh pandangan Kremlin yang melihat Kyiv tak menaati Perjanjian Minsk 2014 untuk memberikan status otonomi khusus bagi Donetsk dan Luhansk di Ukraina Timur. Ini mendorong Moskow mengakui dua wilayah itu sebagai negara yang terpisah.
Selain itu, Putin juga mengatakan serangan ini ditujukan untuk memaksa Kyiv agar tidak bergabung kepada rival militer Rusia, NATO. Di sisi lain, Ukraina menyebut serangan ini tidak beralasan.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Baik: Jokowi Bawa Komitmen Investasi Jerman Rp 27,9 T
