Internasional

Kabar Baik China, Lockdown Ketat Kota-Kota Mulai Dilonggarkan

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Senin, 05/12/2022 07:40 WIB
Foto: Kenaikan kasus possitif covid-19 di Beijing, China. (REUTERS/THOMAS PETER)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa kota di China pada Minggu, (4/12/2022) memutuskan untuk mengumumkan pelonggaran pembatasan virus corona. Hal ini dilakukan setelah demonstrasi besar yang diinisiasi warga yang frustasi mulai melanda negara itu.

Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang dan tempat protes pertama kali meletus, akan membuka kembali mal, pasar, restoran, dan tempat lain mulai Senin. Ini mengakhiri penguncian ketat setelah berbulan-bulan.

Tidak ada tanda-tanda kerusuhan yang signifikan akhir pekan ini, meskipun polisi dikerahkan di daerah Liangmaqiao di Beijing dan di Shanghai sekitar Jalan Wulumuqi, yang dinamai Urumqi. Kedua lokasi ini menjadi titik kumpul protes dalam sepekan yang lalu.


Warga Zhengzhou, salah satu pusat produksi iPhone yang bulan lalu diguncang kerusuhan hebat, tidak lagi harus menunjukkan hasil tes Covid-19 untuk naik transportasi umum, taksi, dan mengunjungi tempat umum. Meski begitu, bar, karaoke, salon kecantikan, warung internet, dan tempat dalam ruangan lainnya tetap diwajibkan untuk memberlakukan hasil tes Covid-19 negatif selama 48 jam.

Di Shanghai mulai Senin, tes Covid-19 negatif tidak lagi diperlukan untuk naik transportasi umum dan mengunjungi taman. Di tempat lain seperti Nanning dan Wuhan, kota pusat tempat pandemi dimulai pada 2019, pada hari Minggu membatalkan persyaratan tes Covid-19 negatif untuk naik kereta bawah tanah.

Distrik Haizhu Guangzhou, yang mengalami bentrokan kekerasan bulan lalu, mengatakan pada Minggu bahwa untuk selanjutnya mereka menyarankan orang tanpa gejala Covid untuk tidak melakukan tes virus. Kecuali mereka termasuk kelompok khusus tertentu seperti pekerja garis depan atau mereka yang memiliki kode merah atau kuning.

Pada hari Sabtu di Beijing, pihak berwenang mengatakan pembelian obat demam, batuk dan sakit tenggorokan tidak lagi memerlukan registrasi. Pembatasan itu diberlakukan karena pihak berwenang yakin orang menggunakan obat tersebut untuk menyembunyikan infeksi Covid.

Kebakaran mematikan bulan lalu di Urumqi memicu puluhan protes terhadap pembatasan Covid-19 yang berlaku di lebih dari 20 kota. Beberapa pengguna media sosial mengatakan para korban tidak dapat melarikan diri dari kobaran api karena gedung apartemen mereka dikunci. Pihak berwenang membantahnya.

Protes tersebut merupakan pertunjukan pembangkangan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan sejak Presiden Xi Jinping berkuasa pada tahun 2012. Sejauh ini, rezim Xi terus memberlakukan kebijakan nol-Covid, di mana sebuah wilayah akan dikunci dan diuji massal meski hanya ada satu kasus corona.

"Jika kekacauan pengujian virus tidak pernah berhenti, pandemi mungkin tidak akan pernah berakhir," bunyi salah satu tagar terkenal pekan lalu di platform media sosial Weibo.

Walau begitu, banyak ahli mengatakan China tidak mungkin memulai pembukaan kembali secara signifikan paling cepat sebelum Maret. Ini mengingat kebutuhan untuk meningkatkan vaksinasi, terutama di antara populasi lansia yang sangat banyak.

"Meskipun ada beberapa perubahan lokal pada kebijakan Covid akhir-akhir ini, kami tidak menafsirkannya sebagai China yang baru saja meninggalkan kebijakan nol-Covid," kata Goldman Sachs dalam sebuah catatan pada hari Minggu.

"Sebaliknya, kami melihat mereka sebagai bukti nyata dari persiapan pemerintah China untuk keluar, dan sementara itu berusaha meminimalkan biaya ekonomi dan sosial dari pengendalian Covid. Persiapan mungkin berlangsung beberapa bulan dan kemungkinan akan ada tantangan di sepanjang jalan."


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menkes Dipanggil Presiden, Lapor Soal Covid-19 & Cek Kesehatan