Ada Warning dari Manufaktur RI, Ini Reaksi Sri Mulyani

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 29/11/2022 11:45 WIB
Foto: AFP via Getty Images/SONNY TUMBELAKA

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja sektor manufaktur Indonesia mulai mengalami kontraksi dalam dua bulan terakhir. Hal ini ditandai dengan penurunan kinerja Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia.

PMI manufaktur Indonesia pada Oktober tercatat sebesar 51,8 atau turun dari capaian September sebesar 53,7. Penurunan ini dipicu oleh kondisi ekonomi global yang melambat.

Fenomena ini rupanya ditangkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia pun mengaku mulai waspadai sektor manufaktur di Indonesia.


"Yang perlu kita lihat dan waspada adalah PMI Manufaktur kita. Selama 14 bulan ini ada di level ekspansif, namun di bulan terakhir adanya penurunan. Ini yang harus kita waspadai, karena menyangkut manufaktur yang penting," jelas Sri Mulyani dalam konferensi APBNKita, Kamis (24/11/2022).

Meskipun melambat, Sri Mulyani mencatat kapasitas produksi mengalami peningkatan dan mendekat level sebelum pandemi. "Sektor manufaktur sebetulnya terus meningkatkan kegiatan, hingga kapasitas produksi sama seperti sebelum pandemi," tuturnya.

Namun, Sri Mulyani masih ragu apakah level tersebut akan mampu bertahan dalam menghadapi gejolak perekonomian ke depan.

"Melihat level ini bisa dan harus bertahan di dalam menghadapi guncangan-guncangan global. Ini menjadi tantangan kita memasuki tahun 2023," ujar Sri Mulyani lagi.

Berbicara arah ke depan, kata Sri Mulyani pasti akan ada pengaruh faktor global yang harus diwaspadai. Meskipun pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dalam level yang kuat, namun tetap waspada. "Waspada karena melihat direction atau arahnya perlu kita waspadai," jelas Sri Mulyani.

Terkait dengan perkembangan ekonomi global, mantan pejabat Bank Dunia ini memaparkan perkembangan terkini dari perekonomian global dan dalam negeri. Situasi global masih dihadapkan oleh tingginya ketidakpastian ke depan.

"Volatilitas dan harga komoditas masih menjadi faktor yang mendominasi perekonomian-perekonomian di seluruh dunia, karena dia bisa mempengaruhi tingkat harga umum atau inflasi," ungkapnya.

Sri Mulyani menjelaskan harga komoditas mulai terkoreksi dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini cukup mampu meredam tingginya inflasi di banyak negara.

"Harga-harga komoditas masih mengalami volatilitas namun kecenderungan mulai terjadi koreksi karena dengan kenaikan harga yang tinggi yang terjemahannya adalah inflasi banyak negara yang kemudian mengalami pelemahan dan itu terwujud dengan permintaan melemah," paparnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Juni 2025, Kinerja Manufaktur RI Masih Lesu