
Serba Berat, Pengusaha 'Nangis' Minta Pemerintah Pikir-pikir

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha mengaku kesulitan dengan terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Di mana, dalam aturan yang baru diterbitkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah pada 17 November 2022 itu, ditetapkan formulasi baru penghitungan kenaikan upah minimum tahun 2023.
Formulasi tersebut, kata Menaker, khusus untuk tahun 2023. Dengan ketetapan batas maksimal kenaikan 10%.
Pelaku usaha pun bereaksi atas terbitnya Permenaker No 18/2022 dan menyinggung kondisi di sektor padat karya, seperti pabrik sepatu (alas kaki) serta tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tengah mengalami penurunan utilisasi.
"Sangat berat sekali ini. Kondisinya, sekarang saja utilisasi industri itu dari hari ke hari, dari minggu ke minggu itu turun terus. Penurunannya cukup banyak, utilisasi di industri tekstil kondisi sekarang sudah di bawah 50%," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja kepada CNBC Indonesia, Senin (21/11/2022).
Jemmy mengatakan, keputusan pemerintah lewat Permenaker No 18/2022 merupakan keputusan yang kurang tepat untuk kondisi seperti sekarang ini. Sebab, lanjutnya, upah minimum hanya bisa dibayar oleh industri pada sektor formal, sedangkan jika dilihat langsung kondisinya di lapangan, banyak industri tekstil dan alas kaki yang justru berasal dari sektor informal.
"Upah minimum ini kan yang bisa bayar hanya di sektor formal, sedangkan bisa dilihat di sektor formal dan informal, kebanyakan yang bekerja itu di sektor informal," ungkap Jemmy.
Dia menambahkan, banyak sektor informal yang masih belum bisa membayar pekerjanya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, atau sesuai upah minimum provinsi/kota (UMP/UMK).
"Ya, rata-rata di sektor informal itu mereka sekarang bayar (masih) di bawah UMP/UMK," ujarnya.
Dia pun meminta pemerintah mempertimbangkan lagi, terutama kondisi di sektor informal apakah mampu atau tidak mengikuti kenaikan dari upah minimum.
"Kita harus pikirkan, apakah mereka mampu nggak mengikuti kenaikan yang cukup tinggi ini," ujar Jemmy.
Jemmy menyebutkan, kondisi memprihatinkan sekarang ini juga disebabkan karena adanya efek global. Penurunan daya beli di berbagai dunia yang berimbas ke anjloknya permintaan dan berakibat pada penurunan produksi secara drastis. Dan memicu pengurangan karyawan dari hari ke hari semakin bertambah banyak.
"Kondisi sekarang ini juga kan di beberapa sektor juga karena efek global. Penurunan daya beli di berbagai dunia, ini yang membuat berimbas ke permintaan produksi menurun drastis. Jadi, pengurangan karyawan bertambah banyak ya," pungkasnya.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi RI Meroket, Begini Peluang Upah Buruh Tahun 2023