
Upah Minimum Ditetapkan Naik Tak Lebih 10%, Apa Cukup?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan upah minimum (UM) tahun 2023. Hasilnya, di bawah tuntutan buruh 13%, yakni maksimal 10%, ditetapkan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Tuntutan kenaikan 13% oleh buruh didasari oleh inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Sementara pemerintah menggunakan perhitungan yang berbeda, yakni dari pertimbangan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Selain formula tersebut, pemerintah juga memberikan batasan maksimal dalam kenaikan upah minimum 2023 ini. Pada Pasal 7 Ayat 1 dijelaskan, penetapan atas Penyesuaian Nilai UM tidak boleh lebih dari 10%.
Kenaikan 10% tersebut memang lebih rendah dari tuntutan buruh, tetapi masih lebih tinggi dari inflasi. Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi di tahun ini di bawah 6%, artinya dengan kenaikan UMP 10% daya beli masyarakat masih akan terjaga.
"Consensus Forecast bulan November 2022 menunjukkan ekspektasi inflasi pada akhir 2022 masih tinggi yaitu 5,9% (year-on-year/yoy) meskipun lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,7% (yoy)," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo, saat mengumumkan kenaikan suku bunga Kamis (17/11/2022).
Kenaikan UMP tersebut tentunya berbeda-beda di setiap daerah, mengikuti formula yang ditentukan. Adapun formula yang digunakan yakni UM(t+1) = UM(t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM(t)).
UM(t+1) merupakan Upah Minimum yang akan ditetapkan, kemudian UM(t): upah minimum tahun berjalan.
Kemudian Penyesuaian Nilai UM yakni penyesuaian upah minimum yang merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α.
α adalah wujud indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu yaitu 0,10 sampai dengan 0,30.
Untuk perhitungan di DKI Jakarta misalnya, UMP saat ini sebesar 4.573.845.
Dengan inflasi pada September sebesar 4,61% (yoy) dan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 sebesar 5,94%, dan dengan asumsi α sebesar 0,30 maka akan ada kenaikan upah sebesar Rp 292.360.
Sehingga UMP DKI Jakarta tahun depan bisa mencapai Rp 4.866.205, kenaikannya sekitar 6,39%.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengatakan formula tersebut ditetapkan guna menjaga daya beli masyarakat.
Artinya jika dibandingkan dengan kenaikan inflasi, di Jakarta misalnya sebesar 4,61% dibandingkan dengan simulasi kenaikan UMP 6,39%, tentunya daya beli masyarakat bisa terjaga. Kenaikan UMP sedikit lebih tinggi dari inflasi.
Kenaikan upah tersebut menggunakan perhitungan inflasi yang sudah terjadi. Jika inflasi (amit-amit) malah naik tinggi di awal tahun depan, daya beli masyarakat tentunya tetap akan tergerus. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga inflasi agar tidak lepas kendali di tahun depan.
Dengan adanya batasan kenaikan 10%, kenaikan UMP bisa lebih tinggi dari perhitungan formula, dan daya beli masyarakat bisa lebih terjaga.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 Bisa Bikin Pabrik Bisa Pindah Lokasi?
Perubahan penentuan UMP dari sebelumnya PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan ke Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 tentunya ada risiko memicu pindahnya pabrik dari wilayah dengan UMP yang tinggi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri menyebut risiko semakin masifnya pabrikan pindah dari Banten-Jabar ke wilayah Jateng tergantung dari poin terpenting, yakni konsistensi kebijakan pemerintah.
"Tergantung, kalau kita masih pakai PP 36/2021 saya rasa masih ada peluang Pemerintah dianggap komitmen dengan industri padat karya. Ini konsistensi kebijakan harus diperhatikan," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/11/22).
Kabar relokasi pabrik kembali mencuat setelah ada tiga pabrik dari Banten yang berencana pindah ke wilayah Jateng. Pabrik tersebut adalah PT NG, PT KGS,serta PT PWI. Namun, Firman enggan mengomentari kepindahan pabrik tersebut.
Kabar relokasi pabrik akibat tingginya upah juga mencuat pada pertengahan tahun lalu.
Ratusan pabrik telah hengkang dari Kabupaten Karawang imbas tingginya upah minimum kota (UMK) kota tersebut. Paling banyak yang hengkang berasal dari sektor padat karya, misalnya sepatu.
"Relokasi justru yang pertama lakukan itu pabrik sepatu," kata Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) Eddy Widjanarko kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/6/22).
Pindahnya pabrikan ke wilayah lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur karena kesulitan pelaku usaha dalam membayar UMK yang berlaku. Karawang masuk ke dalam jajaran daerah dengan UMK tertinggi tepatnya di posisi, yakni Rp 4.798.312.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui bahwa banyaknya perusahaan yang pindah disebabkan karena kesulitan membayar upah.
"Karawang itu kan upah minimum salah satu tertinggi di Indonesia, sehingga menjadi wajar ketika perusahaan padat karya mereka nggak bisa bertahan di situ. Mereka cari upah minimum yang lebih kompetitif," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (20/6/22).
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Upah Minimum 'Panas', Bupati Daerah Ini Klaim UMK Satu Suara