
Melawan Sejarah, Piala Dunia 2022 Terancam Sepi

The Guardian melaporkan setidaknya 6.500 pekerja migran dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka tewas di Qatar sejak ditunjuk tuan rumah. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja konstruksi.
Ketatnya peraturan serta mahalnya tiket dan sewa hotel juga membatasi antusiasme fans laur negeri untuk mendukung secara langsung. Selain melarang lesbian, gay, bisexual and transgender (LGBT) dan free sex, Qatar juga membatasi penjualan alkohol.
Kehadiran keluarga pemain juga diperkirakan tidak akan sebanyak pada perhelatan Piala Dunia sebelumnya.
Qatar masih mengizinkan penonton untuk membeli bir tiga jam sebelum kick off dan satu jam setelah peluit berakhirnya pertandingan dibunyikan.
Namun, penonton dilarang membeli bir selama pertandingan berlangsung. Harga bir juga tidak murah yakni US$ 13,73 untuk satu botol berisi 500 ml atau sekitar Rp 215.300.
Penggemar bola yang ingin menonton langsung juga harus merogoh kantong dalam-dalam.
Dilansir dari Reuters, tiket pertandingan untuk pertandingan final rata-rata dibanderol US$ 812 atau Rp 12,7 juta. Tiket tersebut 40% lebih mahal dibandingkan pada final Piala Dunia 2018 di Rusia.
Studi Keller Sports menunjukkan rata-rata tiket pertandingan di Piala Dunia Qtar mencapai 286 pounds atau Rp 538.252. Harga tersebut menjadi yang termahal dalam 20 tahun terakhir.
Selain tiket, biaya penginapan di Qatar juga tidak murah. Dilansir dari hoteliermiddleeast.com, sewa hotel bintang 2 di Doha berkisar US$ 120 atau Rp 1,9 juta sementara hotel bintang 5 di kisaran US$ 769 atau Rp 12 juta per malam.
Panitia memang menyediakan penyewaan kabin di Free Zone fan village yang lebih terjangkau dan berlokasi 20 menit dari Doha. Sewa kamar termurah di tempat tersebut berkisar US$ 114 per malam atau sekitar Rp 1,8 juta.
Tempat tersebut juga menawarkan menginap satu malam dengan suasana di bawah bintang senilai US$ 423 per malam.
"Terlalu mahal untuk tinggal di hotel atau menyewa kamar melalui AirBnB di Doha," tutur salah satu penonton Jimmy Leung, kepada CNN.
Alasan lain mengapa gaung Piala Dunia 2022 kurang terasa adalah banyaknya platform yang menyiarkan media atau berita seputar Piala Dunia.
Bila dulu masyarakat hanya bisa mengakses pertandingan atau berita seputar Piala Dunia melalui televisi maka sekarang sejumlah platform sudah tersedia.
Terdapat broadcaster yang menyediakan siaran pertandingan secara gratis tetapi ada pula platform berbayar yang juga menyiarkan pertandingan yang bisa diakses kapanpun.
Dengan adanya banyak platform maka perhatian penonton tidak bertumpu pada satu media sehingga keriuhan pun terpecah.
Dengan sejumlah persoalan yang membayangi Piala Dunia 2022 menarik ditunggu apakah Piala Dunia tahun ini memang akan menjadi event yang "sepi" atau sebaliknya akan berbalik arah menjadi penuh keriuhan setelah peluit kick off dibunyikan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)[Gambas:Video CNBC]