
Melawan Sejarah, Piala Dunia 2022 Terancam Sepi

Piala Dunia 2022 diselenggarakan pada Desember karena suhu Qatar mencapai 40 derajat Celcius pada musim panas. Kondisi tersebut bisa memicu dehidrasi.
Suhu pada Desember lebih rendah yakni di kisaran 33-34 derajat Celcius pada siang hari dan 26 derajat Celcius pada malam hari.
"Suhu di Qatar tetap akan berada di atas 30 derajat Celcius. Ini lebih panas dibandingkan rata-rata suhu normal Eropa utara. Pemain akan memaksimalkan fisik mereka demi pertandingan sehingga akan membebani jantung, paru-pau, dan sistem peredaran darah," tutur Jack Wilson, ilmuwan di bidang oleh raga di Porsche Human Performance Centre, dikutip dari ESPN.
Kurang bergemanya theme song juga menjadi alasan lain mengapa Piala Dunia Qatar Nampak sepi. Theme song Piala Dunia adalah salah satu yang paling dinanti selain tentunya maskot yang dipilih.
Pada penyelenggaraan sebelumnya, theme song biasanya sudah populer sebulan sebelum kick off.
Salah satu theme song Piala Dunia yang populer yakni Waka Waka (This Time for Africa)" dirilis pada 7 Mei 2010 atau sebulan sebelum kick of tetapi gaungnya langsung menyebar di masyarakat dengan cepat.
Lagu yang dipopulerkan Shakira tersebut bahkan mampu menjadi salah satu single dengan penjualan tertinggi sepanjang masa. Video Waka Waka hingga kini sudah ditonton 3,2 miliar kali.
Theme song Piala Dunia 2022 "Hayya Hayya (Better Together)" sebenarnya sudah dirilis sejak April 2022 atau tujuh bulan. Namun, theme song yang dinyanyikan oleh Trinidad Cardona, Davido, dan Aisha tersebut kurang populer.
Video musiknya yang dirilis di platform Youtube baru ditonton 32,6 juta kali hingga hari ini.
Banyaknya kontroversi seputar penunjukan juga membuat gaung Piala Dunia tidak sekencang biasanya. Berita kontroversi penunjukan Qatar dan banyaknya isu pelanggaran HAM selama persiapan justru berhembus lebih kencang.
Qatar terpilih sebagai rumah Piala Dunia 2022 sejak 2010. Negara di kawasan Teluk berpenduduk 2,8 juta tersebut mengalahkan Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
Namun, terpilihnya Qatar dibarengi dengan sejumlah kontroversi. Negara yang beribukota di Doha tersebut dicurigai telah menyuap sejumlah pejabat FIFA untuk menjadi tuan rumah. Mantan Presiden FIFA Sepp Blater, mantan Presiden UEFA Michel Platini, serta 16 pejabat FIFA bahkan ikut terseret.
Awal November lalu, Blatter mengakui terpilihnya Qatar sebagai tuan rumah merupakan sebuah kesalahan.
"Qatar merupakan sebuah kesalahan. Pilihan yang buruk. Qatar terlalu kecil sebagai negara penyelenggara Piala Dunia. Sepak bola dan Piala Dunia juga terlalu besar untuk itu," tutur Blatter, dikutip dari Reuters.
Selain penunjukan yang kontroversial, Qatar juga banyak dikecam karena dinilai banyak melakukan pelanggaran HAM terhadap pekerja migran dan kaum wanita.
Qatar sendiri menghabiskan anggaran hingga US$ 200 miliar untuk mensukseskan Piala Dunia. Anggaran tersebut 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan yang dihabiskan Rusia yang menjadi tuan rumah pada 2018.
(mae/mae)