
IMF Ungkap Faktor Negatif Paling Seram bagi Ekonomi Dunia
![Managing Director Kristalina Georgieva, September 25, 2019, Washington. [Photo: AFP/Eric Baradat]](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/03/25/6338a7b7-c28a-4f86-9ec9-030325d97b23_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) mewaspadai perang di Ukraina sebagai satu-satunya faktor terpenting bagi ekonomi dunia hingga tahun depan.
Hal itu diungkapkan Kepala Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva kepada CNBC di sela-sela KTT G20 di Bali, 15-16 November 2022. Dia mengucapkan selamat kepada Indonesia yang telah memimpin dengan baik di tengah situasi sulit.
"Apa pun yang menimbulkan lebih banyak kecemasan, tentu saja, merusak prospek pertumbuhan dan juga untuk pemenuhan kebutuhan dan aspirasi orang di manapun," katanya.
Namun, dia menekankan bahwa KTT G20 bukan tentang fakta bahwa ada deklarasi bersama terkait perang, namun fokusnya tetap pada masalah yang sangat mendesak seperti inflasi global, peningkatan biaya hidup, serta ketahanan pangan dan energi.
"Saya mendengarkan dengan sangat hati-hati semua pernyataan dan sangat membesarkan hati bahwa ini adalah masalah yang kami fokuskan - seperti yang harus kami lakukan."
Adapun, IMF sebelumnya mengeluarkan peringatan tentang fragmentasi ekonomi global akibat perang Rusia-Ukraina, dan memangkas perkiraan pertumbuhan 2023 menjadi 2,7%, melambat dari proyeksi 2022 sebesar 3,2%.
Menurut IMF, ini adalah profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 kecuali krisis keuangan global dan fase akut pandemi Covid-19.
"Kami sudah melihat beberapa tanda fragmentasi dan itu berasal dari kekhawatiran yang sah ... keamanan pasokan," kata Georgieva.
"Kami telah melihat [ini] karena Covid dan karena perang di Ukraina, rantai pasokan terganggu, dan itu merusak pertumbuhan di dalam negeri dan internasional."
Dia menambahkan bahwa jika dunia memilih untuk masuk ke "blok terpisah", akan ada harga tinggi yang harus dibayar.
"Dan harga ini akan sangat tinggi untuk ekonomi terbuka, dan lebih luas lagi untuk negara berkembang," tuturnya.
Asia dan Pasifik, misalnya, dapat kehilangan lebih dari 3% produk domestik bruto jika perdagangan dihentikan di sektor-sektor yang terkena sanksi cip AS terhadap China dan jika hambatan nontarif di area lain dinaikkan ke tingkat era Perang Dingin.
"Jika kita ingin tidak kehilangan antara US$ 1,4 [triliun] hingga mungkin US$ 3,4 triliun per tahun, maka kita harus memproyeksikan konsekuensi tindakan dengan sangat hati-hati dan bijaksana untuk mencegah 'berjalan dalam tidur' ke dunia yang lebih miskin dan kurang aman," kata Georgieva.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos IMF 'Teriak' Lagi, Bawa Ramalan Ngeri Ekonomi 2023
