Bikin Shock! Warga RI Beli Rokok 2x Lebih Gede Dari Telur

Maesaroh, CNBC Indonesia
16 November 2022 17:40
Rokok linting atau linting dewe (tingwe).
Foto: Rokok linting atau linting dewe (tingwe). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Selain menjadi pengeluaran per kapita terbesar kedua, rokok juga menjadi penyumbang kemiskinan nomor dua di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp 505.469/kapita/bulan. Garis kemiskinan makanan sebesar Rp 374.455 (74,08%) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 131.014 (25,92%).

Komoditas makanan yang menjadi penyumbang terbesar kemiskinan adalah beras dengan prosentase 23,04% untuk wilayah perdesaan dan 19,38% untuk perkotaan.

Rokok menjadi penyumbang kedua dengan bobot 11,63% untuk perdesaan dan 12,21 di perkotaan. Telur ayam ras dan daging ayam ras ada di tempat ketiga dan keempat sebagai komoditas penyumbang kemiskinan.

Di bawahnya ada mie instan, gula pasir, kopi buuk & kopi instan, bawang merah, roti, tongkol/tuna/cakalang, tempe, tahu, cabai rawit, dan kue basah.

Besarnya pengeluaran rokok dan telur/susu ini pernah disorot Sri Mulyani. Menteri Keuangan RI tersebut mengatakan besarnya konsumsi rokok inilah yang coba di tekan pemerintah dengan menaikkan cukai rokok.

"Ini (rokok) kedua tertinggi sesudah beras, melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu dan tempe," katanya, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (3/11/2022).

Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyebut biaya kesehatan akibat merokok mencapai Rp 17,9-27,7 triliun setahun. Dari total biaya ini, sekitar Rp 10,5-15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan. Nilai tersebut setara dengan 20-30% dari subsidi  Penerima Bantuan Iuran Jaminan KesehatanPBI JKN per tahun yang mencapai Rp 48,8 triliun.

Biaya ekonomi dari kehilangan tahun produktif karena penyakit, disabilitas dan kematian dini akibat merokok diperkirakan mencapai Rp 374 triliun pada 2015.

Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan adanya peningkatan perokok di tengah pandemi. Jumlah perokok dewasa bertambah 8,8 juta orang dalam 10 tahun dari 60,3 juta menjadi 69,1 juta pada 2021.

Survei sejumlah lembaga juga menunjukan bahwa pandemi tidak mengurangi jumlah perokok. Namun, mereka mulai beralih ke rokok yang lebih murah.
Laporan Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukan 42$ dari perokok persisten saat ini mengatakan akan mengurangi pengeluaran untuk merokok dan 24% dari mereka beralih ke rokok yang lebih murah.

Sementara itu, riset Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) menunjukkan kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah masih melanjutkan untuk merokok saat pandemi meskipun kesulitan secara ekonomi dan cenderung untuk beralih ke rokok yang lebih murah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular