Data Ini Tunjukkan Kengerian yang Disampaikan Jokowi Nyata!

Maesaroh, CNBC Indonesia
15 November 2022 14:55
Pekerja dengan menggunakan alat berat melakukan bongkar muat Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (2/8/2022). (CNBC Indoensia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Impor Indonesia melandai dua bulan beruntun (month to month/mtm) pada September dan Oktober 2022. Melandainya impor bisa menjadi sinyal bahaya bagi pemulihan ekonomi Indonesia ke depan.

Nilai impor pada Oktober 2022 juga menjadi yang terendah sejak Mei 2022 atau lima bulan terakhir. Namun, perlu dicatat impor Mei yang melandai dipengaruhi oleh berkurangnya aktivitas perdagangan di tengah libur panjang Lebaran.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia mencapai US$ 19,14 miliar pada Oktober. Nilai tersebut melandai 3,40% (mtm) tetapi masih meningkat 17,44% secara tahunan (year on year/yoy).




Dengan pelemahan impor pada Oktober maka impor Indonesia sudah melandai dalam dua bulan beruntun (mtm).

Pelemahan impor pada Oktober 2022 terjadi pada kelompok barang modal dan bahan baku/penolong. Sementara itu, impor barang konsumsi masih naik.

Impor bahan baku/penolong melandai 3,99 (mtm) menjadi US$ 14,31 miliar sementara itu impor barang modal turun 7,22% (mtm) menjadi US$ 3,08 miliar. Namun, secara tahunan (yoy) impor bahan baku/penolong masih naik 16,24% dan impor barang modal meningkat 28,47% pada Oktober.

Dilihat dari data bulanan, impor bahan baku/penolong dan barang modal sudah dua bulan beruntun.

Padahal, impor bahan baku/penolong dan barang modal biasanya meningkat pada September atau Oktober karena produsen menyiapkan kenaikan permintaan di akhir tahun.

Seperti diketahui, impor bahan baku/penolong dan barang modal biasanya menandai gerak ekonomi dan investasi ke depan. Pasalnya, mayoritas barang modal dan bahan baku industri Indonesia masih diimpor sehingga naik turunnya impor barang modal dan bahan baku menandai aktivitas produksi ke depan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto mengatakan salah satu faktor dari menurunnya impor pada Oktober adalah impor minyak dan gas. Impor migas pada Oktober tercatat US$ 3,36 miliar atau turun 1,81% (mtm).

Dari kelompok non-migas, penurunan impor terbesar terjadi pada kapal, perahu, dan struktur terapung (turun 77,15%), logam mulia dan perhiasan/permata (turun 35,97%), dan bahan bakar mineral (turun 19,44%), mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya (turun 7,60%), serta mesin/peralatan mekanis dan bagiannya (turun 5,75%).

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menjelaskan pelemahan impor, belum menunjukkan adanya perlambatan ekonomi domestik.

Pelemahan impor, terutama bahan baku dan barang modal, diperkirakan karena adanya perlambatan permintaan ekspor dari mitra dagang. Kondisi ini tercermin dari Purchasing Manufacturing Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang melandai dari 53,7 pada September 2022 ke 51,8 pada Oktober 2022.

"Penurunan impor bulanan dari bahan baku dan barang modal, sementara impor konsumsi tumbuh sehingga kemungkinan bukan domestik. Itu lebih kepada impor barang untuk ekspor yang turun," tutur Wisnu, kepada CNBC Indonesia.

Merujuk data BPS, ekspor Indonesia pada Oktober 2022 mencapai US$24,81 miliar atau naik 0,13% (mtm) dan 12,3% (yoy). kspor ke negara tujuan utama hampir semuanya turun (mtm) termasuk ke China, Amerika Serikat, India, dan Australia.

Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sederet menteri beberapa waktu lalu. Ekonomi dunia melambat dan menuju resesi. Dampaknya akan terasa ke Indonesia meskipun tidak resesi. Salah satunya penurunan permintaan barang dari negara lain. 

Kepala ekonom BCA David Sumual menjelaskan permintaan impor melandai karena terpuruknya rupiah.  Keterpurukan rupiah membuat produsen melakukan konsolidasi dan menahan impor mereka.

"Ada konsolidasi juga menunggu kondisi pasar valas karena rupiah cenderung melemah tajam dalam dua bulan terakhir," tutur David, kepada CNBC Indonesia.

Merujuk data Refinitiv, rata-rata nilai tukar rupiah berada di posisi  Rp 15.433/US$1 pada bulan Oktober, jauh melemah dibandingkan posisi September yakni Rp 14.983/US$1 ataupun posisi Agustus yakni Rp 14.835/US$1.

David memperkirakan impor akan meningkat ke depan sejalan dengan penguatan rupiah. "Dengan penguatan rupiah dan menipisnya inventory, impor seharusnya naik lagi," ujarnya.

Melandainya impor pada Oktober membuat surplus neraca perdagangan Indonesia meningkat menjadi US$ 5,67 miliar. Nilai tersebut naik dibandingkan posisi September 2022 yang tercatat US$ 4,99 miliar.

Surplus juga jauh di atas konsensus pasar. Polling CNBC Indonesia memperkirakan surplus hanya akan mencapai US$ 4,5 miliar pada Oktober 2022.

Secara kumulatif, impor Indonesia pada Januari-Oktober 2022 mencapai US$244,14 miliar atau naik 30,97% sementara itu impor tercatat US$ 198,62 miliar. Dengan demikian, surplus neraca perdagangan Januari-Oktober mencapai US$ 45,52 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular