
RI Rilis Aturan Krisis Energi, Ini Kata Dewan Energi Nasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengeluarkan kebijakan baru yakni Peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden No.41 tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan atau Darurat Energi.
Peraturan ini ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 17 Oktober 2022 dan berlaku sejak diundangkan pada 18 Oktober 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
Lantas, kenapa tiba-tiba pemerintah mengeluarkan peraturan ini? Apakah tandanya RI harus bersiap akan terkena krisis energi seperti yang tengah dialami berbagai negara di penjuru dunia? Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berkali-kali menegaskan Indonesia harus hati-hati terhadap ancaman krisis di tengah ketidakpastian geopolitik dunia, mulai dari krisis pangan hingga krisis energi.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, Peraturan Menteri ESDM tentang krisis energi ini bukan lah kebijakan yang tiba-tiba. Dia menegaskan, ini merupakan peraturan turunan dari Peraturan Presiden No.41 tahun 2016 yang mengamanatkan harus ada peraturan pelaksanaan teknis dalam penanggulangan krisis energi dan atau darurat energi.
Adapun peraturan ini dikeluarkan di tengah ancaman krisis energi dunia karena ketidakpastian kondisi geopolitik, menurutnya ini hanya "kebetulan".
Dia mengatakan, kondisi ketahanan energi Indonesia saat ini pada tingkat "Tahan".
"Situasi aman terkendali, index ketahanan energi kategori Tahan, mantap kan, meskipun belum masuk kategori Sangat Tahan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (07/11/2022).
Berdasarkan data terkait penilaian ketahanan energi Indonesia yang dipaparkannya, pada 2019 ketahanan energi Indonesia berada pada tingkat "Tahan" dengan nilai 6,57, meningkat dari 2018 6,43. Bahkan, jauh meningkat dari 2014 yang berada pada tingkat "Kurang Tahan" dengan nilai 5,82.
Adapun tingkat "Kurang Tahan" untuk nilai 4-5,99, tingkat "Tahan" pada nilai 6-7,99. Dan nilai 8-10 merupakan tingkat "Sangat Tahan".
Penilaian ketahanan energi RI ini berdasarkan empat aspek, yaitu ketersediaan energi (availability), kemampuan akses (accessibility), harga terjangkau (affordability), dan ramah lingkungan (acceptability).
Pada Peraturan Menteri ESDM No.12 tahun 2022 ini disebutkan bahwa penetapan dan penanggulangan krisis energi dan atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik sebagai pengguna akhir secara nasional. Adapun jenis energinya meliputi Bahan Bakar Minyak (BBM), tenaga listrik, Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan gas bumi.
Lantas, apa yang dimaksud dengan krisis energi dan atau darurat energi?
Di dalam aturan ini dijelaskan bahwa yang dimaksud krisis energi adalah kondisi kekurangan energi. Sementara darurat energi adalah kondisi terganggunya pasokan
energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.
Pada Pasal 5 Permen ESDM No.12/2022 ini disebutkan bahwa krisis energi dan atau darurat energi ditetapkan berdasarkan:
a. Kondisi teknis operasional.
b. Kondisi nasional.
Adapun pada Pasal 6 dilanjutkan penjelasan terkait cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum.
(1) Krisis energi berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. Cadangan Operasional minimum BBM pada Wilayah Distribusi Niaga BBM;
b. Cadangan Operasional minimum daya mampu Tenaga Listrik pada Sistem Setempat;
c. Cadangan Operasional minimum LPG pada Wilayah Distribusi LPG; dan
d. kebutuhan minimum pelanggan Gas Bumi pada Wilayah Distribusi Gas Bumi.
(2) Cadangan Operasional minimum BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Cadangan Operasional minimum daya mampu Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Cadangan Operasional minimum LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dan kebutuhan minimum pelanggan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan batas minimum cadangan atau kebutuhan untuk menjadi pertimbangan diusulkan sebagai Krisis Energi berdasarkan kondisi teknis operasional.
Lantas, berapa hari cadangan minimum operasionalnya?
Di dalam Pasal 7 Peraturan ini disebutkan bahwa cadangan operasional minimum BBM merupakan cadangan operasional selama tujuh haru ketahanan stok pada terminal BBM dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar pada suatu wilayah distribusi niaga BBM.
Untuk tenaga listrik, cadangan operasional sebesar kapasitas satu pembangkit terbesar yang tersambung ke sistem setempat.
Sedangkan untuk LPG, cadangan operasional selama tiga hari ketahanan stok. Dan untuk gas bumi, kebutuhan minimum pelanggan gas bumi merupakan kebutuhan pelanggan gas bumi sebesar 70% dari kebutuhan normal pelanggan gas bumi pada suatu wilayah distribusi gas bumi. Kebutuhan normal merupakan jumlah rata-rata kebutuhan gas bumi per hari pada tahun sebelumnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Antisipasi Krisis Energi, Sri Mulyani Siapkan Duit Segini
