Tiba-Tiba RI Rilis Aturan Krisis Energi, Ini Isi Lengkapnya

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
07 November 2022 15:25
kilang minyak
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengeluarkan kebijakan baru yakni Peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden No.41 tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan atau Darurat Energi.

Peraturan ini ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 17 Oktober 2022 dan berlaku sejak diundangkan pada 18 Oktober 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.

Lantas, kenapa tiba-tiba pemerintah mengeluarkan peraturan ini? Apakah tandanya RI harus bersiap akan terkena krisis energi seperti yang tengah dialami berbagai negara di penjuru dunia? Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berkali-kali menegaskan Indonesia harus hati-hati terhadap ancaman krisis di tengah ketidakpastian geopolitik dunia, mulai dari krisis pangan hingga krisis energi.

Mengutip peraturan ini, disebutkan bahwa peraturan ini dikeluarkan dengan menimbang, "bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3), Pasal 7, dan Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi."

Pada Peraturan Menteri ESDM No.12 tahun 2022 ini disebutkan bahwa penetapan dan penanggulangan krisis energi dan atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik sebagai pengguna akhir secara nasional. Adapun jenis energinya meliputi Bahan Bakar Minyak (BBM), tenaga listrik, Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan gas bumi.

Lantas, apa yang dimaksud dengan krisis energi dan atau darurat energi?

Di dalam aturan ini dijelaskan bahwa yang dimaksud krisis energi adalah kondisi kekurangan energi. Sementara darurat energi adalah kondisi terganggunya pasokan
energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.

Pada Pasal 5 Permen ESDM No.12/2022 ini disebutkan bahwa krisis energi dan atau darurat energi ditetapkan berdasarkan:
a. Kondisi teknis operasional.
b. Kondisi nasional.

Adapun pada Pasal 6 dilanjutkan penjelasan terkait cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum.

(1) Krisis energi berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. Cadangan Operasional minimum BBM pada Wilayah Distribusi Niaga BBM;
b. Cadangan Operasional minimum daya mampu Tenaga Listrik pada Sistem Setempat;
c. Cadangan Operasional minimum LPG pada Wilayah Distribusi LPG; dan
d. kebutuhan minimum pelanggan Gas Bumi pada Wilayah Distribusi Gas Bumi.

(2) Cadangan Operasional minimum BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Cadangan Operasional minimum daya mampu Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Cadangan Operasional minimum LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dan kebutuhan minimum pelanggan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan batas minimum cadangan atau kebutuhan untuk menjadi pertimbangan diusulkan sebagai Krisis Energi berdasarkan kondisi teknis operasional.

Lantas, berapa hari cadangan minimum operasionalnya?

Di dalam Pasal 7 Peraturan ini disebutkan bahwa cadangan operasional minimum BBM merupakan cadangan operasional selama tujuh haru ketahanan stok pada terminal BBM dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar pada suatu wilayah distribusi niaga BBM.

Untuk tenaga listrik, cadangan operasional sebesar kapasitas satu pembangkit terbesar yang tersambung ke sistem setempat.

Sedangkan untuk LPG, cadangan operasional selama tiga hari ketahanan stok. Dan untuk gas bumi, kebutuhan minimum pelanggan gas bumi merupakan kebutuhan pelanggan gas bumi sebesar 70% dari kebutuhan normal pelanggan gas bumi pada suatu wilayah distribusi gas bumi. Kebutuhan normal merupakan jumlah rata-rata kebutuhan gas bumi per hari pada tahun sebelumnya.

Lalu, kapan Pemerintah Indonesia akan menyebut negara dalam status krisis energi dan atau darurat energi?

Pada pasal 11 disebutkan bahwa krisis energi ditetapkan apabila pemenuhan:
a. Cadangan Operasional minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, atau Pasal 9; atau
b. kebutuhan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha.

"Krisis BBM berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan apabila pemenuhan Cadangan Operasional minimum BBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha
selama lebih dari 30 (tiga puluh) hari ke depan," bunyi Pasal 12.

Sementara pada Pasal 13 disebutkan, krisis tenaga listrik berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan apabila:
a. terjadi pemadaman dalam 3 (tiga) hari berturut-turut akibat pengurangan beban (load curtailment) yang diperkirakan akan terus berlanjut lebih dari 30 (tiga
puluh) hari; dan
b. tidak terpenuhi Cadangan Operasional minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan diperkirakan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha selama 1 (satu) tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan pasokan pada suatu Sistem Setempat.

Sedangkan untuk krisis LPG apabila cadangan operasional minimum diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha selama lebih dari 30 hari ke depan.

Untuk gas bumi disebutkan krisis gas bumi bila tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha selama lebih dari enam bulan ke depan.

Lantas, bagaimana dengan kondisi darurat energi?

Pada Pasal 16 disebutkan bahwa darurat energi ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu penanganan dalam hal terjadi:
a. keadaan kahar (force majeure);
b. gangguan keamanan; dan/atau
c. kecelakaan teknis pada Sarana Energi dan Prasarana Energi.

Keadaan kahar (force majeure) merupakan keadaan memaksa secara fisik atau nonfisik di luar kendali badan usaha, sehingga mengakibatkan gangguan nyata terhadap operasi Sarana Energi dan Prasarana Energi.

"Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

"Darurat Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan apabila gangguan pada Sarana Energi dan/atau Prasarana Energi diperkirakan tidak dapat dipulihkan oleh Badan Usaha selama lebih dari 3 (tiga) bulan ke depan," bunyi Pasal 17.

Adapun untuk krisis energi dan atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional diatur pada Pasal 19 yang berbunyi:

(1) Krisis Energi dan/atau Darurat Energi berdasarkan kondisi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b ditetapkan jika mengakibatkan:
a. terganggunya fungsi pemerintahan;
b. terganggunya kehidupan sosial masyarakat; dan/atau
c. terganggunya kegiatan perekonomian.

(2) Krisis Energi dan/atau Darurat Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan besarnya eskalasi dampak Krisis Energi dan/atau Darurat Energi berdasarkan kondisi teknis operasional yang diukur secara nasional.

"Krisis Energi dan/atau Darurat Energi berdasarkan kondisi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ditetapkan oleh Presiden atas usulan Menteri berdasarkan rekomendasi Sidang Anggota."


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking: RI Keluarkan Aturan Soal Darurat Energi, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular