RI Ketiban 'Durian Runtuh' Pada 2011 & 2022, Gedean Mana?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
04 November 2022 17:00
Tak Disangka Benda-Benda ini bernilai miliaran
Foto: Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak geopolitik Rusia dan Ukraina telah menimbulkan harga pangan dan energi di seluruh dunia. Kenaikan harga pangan dan energi tak ubahnya seperti dua mata uang logam, membawa dampak positif dan negatif.

Dampak positif dari terjadinya tensi geopolitik ini adalah meningkatkan nilai tukar perdagangan, namun menimbulkan inflasi yang melonjak yang berdampak negatif terhadap kelompok rentan.

Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya alam (SDA), kenaikan harga komoditas dan energi justru mendorong peningkatan ekspor, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi.



Kepala Bidang Analisis Fiskal, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal, Abdurrahman menjelaskan boom komoditas yang terjadi di tahun ini tak ubahnya seperti saat Indonesia juga mengalami boom komoditas pada 2011 silam.

Abdurrahman bilang, jika dibandingkan boom komoditas pada 2011 dengan boom komoditas pada 2022, justru tahun ini keuntungannya jauh lebih besar.

Pertumbuhan ekspor kali ini membuat surplus neraca perdagangan berlangsung selama 29 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 hingga September 2022.

"Kalau lihat trennya sekarang, boom komoditas kita jauh lebih besar, karena ada peningkatan yang sangat besar di ekspor dan trade surplus sampai September 2022. Trade surplus kita hampir mendekati US$ 40 miliar, tertinggi sepanjang sejarah," jelas Abdurrahman kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (4/11/2022).

BKF merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, surplus neraca perdagangan secara kumulatif sejak Januari-September 2022 mencapai US$ 39,87 miliar

Realisasi surplus neraca perdagangan tanah air sepanjang Januari-September 2022 tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan pada puncak periode boom komoditas di tahun 2011 yang sebesar US$ 22,2 miliar.



Capaian tersebut menandakan surplus yang telah terjadi selama 29 bulan berturut-turut. Yang juga membuat pertumbuhan ekonomi selama di Kuartal I dan II berhasil tumbuh di atas 5% (year on year/yoy)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2022 mencapai 5,05% (yoy) dan pada Kuartal II-2022 mencapai 5,44%. BKF juga optimistis pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2022 mampu mencapai 5,7% (yoy).

Sementara itu, kata Abdurrahman, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada 2011 saat juga terjadi boom komoditas, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,5%, masih ditopang oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh di atas 5%.

"Kemudian investasi saat itu tumbuhnya 8,9% dan 9,1% di tahun 2011 dan 2012. Pada saat itu, kita tahu bunga acuan BI di atas 6,5%, yield sekitar 7%," jelasnya.

Merujuk data BKPM, realisasi investasi sepanjang 2011 mencapai Rp 251,2 triliun atau naik 20,5% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 208,5 triliun.



Adapun, dari data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Indonesia pada Kuartal III-2022 mencapai Rp 307,8 triliun.

Realisasi investasi Kuartal III-2022 tersebut tumbuh 1,9% dibandingkan dengan realisasi investasi pada kuartal II-2022 (quarter-to-quarter/qtoq) atau tumbuh 42,1% dibandingkan kuartal III 2021 (year-on-year/yoy).

Kendati demikian, ke depan, ekonomi Indonesia akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Kenaikan inflasi global akan berpengaruh ke pertumbuhan di banyak negara. Ditambah adanya ketidakpastian ekonomi global pada 2023.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Salip China Hingga AS, Ekonom: Ada Rezeki Nomplok!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular