Dihajar Covid-19, Kapasitas Produksi Pabrik Sepatu Sisa 50%

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengungkapkan, tekanan yang dialami industri alas kaki di Tanah Air tak hanya dari penurunan order ekspor.
Tapi, kata dia, tekanan juga berasal dari sepinya pasar di dalam negeri. Akibatnya, pabrik yang berorientasi ke pasar lokal pun 'megap-megap' menaikkan kapasitas produksi.
Firman menuturkan, sepanjang 2 tahun lebih pandemi Covid-19 di Indonesia, konsumsi alas kaki di pasar domestik ikut tertekan.
"Baru setelah varian delta, kita bisa mulai recovery. Mulai ada daya beli masyarakat belanja sepatu di dalam negeri. Tapi, karena selama 2 tahun kita minus, belum bisa mengangkat kapasitas pabrik yang saat ini sudah tinggal 50%," kata Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (2/11/2022).
"Kemudian pasca-Lebaran tahun 2022, setelah masa back to school, masuk ke low season. Bulan-bulan ini, sampai November sampai Desember nanti akan low season. Belum lagi kemarin seperti disampaikan asosiasi mal, orang kaya semakin membatasi belanja di domestik," tambah dia.
Sementara, ujar dia, efek ketidakpastian saat ini tidak bisa ditebak.
"Kita berharap belanja saat Lebaran tahun depan bisa naik. Harusnya, mulai Januari-Februari nanti, sudah masuk order untuk masa Lebaran. Kita akan bisa lihat bagaimana besar efek ketidakpastian ini ke pasar nanti," ujarnya.
Di sisi lain, dia berharap, pemerintah mempertimbangkan secara bijaksana dalam menetapkan regulasi soal impor.
"Soal izin impor, karena kita masih membutuhkan pasokan impor, baik itu kulit sampai tekstilnya, kami berharap agar beban-bebannya bisa diminimalkan. Seperti proses perizinan. Karena nanti akan ada korelasinya ke daya saing produk, imbasnya ke harga," jelas Firman.
"Kami berharap bisa cermat mana yang dibuka mana yang ditutup impornya. Apalagi, pemerintah sudah punya neraca komoditas, jadi sudah punya data yang gamblang. Artinya, bisa diketahui kenapa bisa ada bahan baku impor yang sama, tapi harganya beda begitu masuk sini. Jadi, harus hati-hati dengan kebijakan impor," kata dia.
Pasalnya, lanjut dia, perbedaan harga itu akan memicu persaingan tidak sehat di industri alas kaki nasional.
"Apalagi, ada minimum order yang kadang kita harus hadapi saat mengimpor bahan baku. Terutama bagi industri skala kecil dan menengah," pungkas Firman.
[Gambas:Video CNBC]
Alas Kaki Indonesia Vs Vietnam, Siapa Lebih Unggul?
(dce/dce)