Menhub Blak-blakan Alasan Tarif Penyeberangan Naik 11%

News - Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
02 November 2022 08:55
Foto aerial yang memperlihatkan sejumlah kendaraan yang akan menyeberang ke Sumatera mengantre untuk memasuki kapal ferry di Pelabuhan Merak Banten, Rabu (5/5/2021) dinihari. Jelang larangan mudik pada 6 Mei 2021, Pelabuhan Merak mengoperasikan 29 kapal roro untuk melayani penyeberangan penumpang menuju Pelabuhan Bakauheni. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto) Foto: Ilustrasi kapal penyeberangan. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan alasan di balik keputusan pemerintah menaikkan tarif penyeberangan (kapal ferry) sebesar 11%. Tarif baru ini berlaku mulai 1 Oktober 2022.

Budi mengatakan, biaya logistik dan transportasi memang menjadi salah satu persoalan yang masih terjadi di dalam negeri.

Hal itu pula yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan tarif ongkos logistik dan transportasi. Dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat, di sisi lain bisa menekan beban yang harus ditanggung perusahaan atau operator.

Apalagi, dengan langkah pemerintah yang harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi.

"Memang beberapa angkutan subsidi atau angkutan nonsubsidi tertentu terdampak. Kami punya kalkulasi, punya Badan Kebijakan Transportasi. Semua itu kita hitung," kata Budi kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (2/11/2022).

Dengan begitu, jelas Budi, harga logistik maupun tarif transportasi baru yang ditetapkan adalah harga yang sesuai dengan pasar dan meringankan operator.

"Contoh ojek, kita gak bisa naikin tinggi-tinggi. Nanti daya beli orang nggak kuat. Kita naikkanlah harga tertentu. Operator bisa tetap kerja dan masyarakat punya daya beli," kata Budi.

"Penyeberangan juga demikian. Dia minta 20%, kalau 20% maaf kan masyarakat marah. Ya sudah, saya katakan average 10%. Dia marah. 'Kamu berhadapan dengan logistik nih. Kalkulasi kita cukup perusahaanmu untung, bus juga," tutur Budi.

Hanya saja, dia mengakui, pemerintah kesulitan untuk menetapkan tarif ongkos pesawat. Karena menyangkut harga avtur.

"Pesawat itu yang sulit sekali karena memang avtur tinggi sekali. Tapi kita ada batas atas di situ," pungkas Budi.

Sebelumnya, kenaikan tarif penyeberangan 11% mendapat respons negatif dari pelaku usaha. 

Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menolak keputusan itu karena kurang dari harapan pengusaha hingga bisa berpengaruh pada faktor keselamatan penumpang.

"Besaran kenaikan tidak sesuai dengan pengusulan dari Gapasdap, di mana sebenarnya kenaikan tarif seharusnya 43%," kata Ketua Gapasdap Khoiri Soetomo, dalam keterangan, Kamis (29/9/2022).


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Pesawat RI Terancam 'Kiamat', Nasib Maskapai di Ujung Tanduk


(dce/dce)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading