
Petani 'Nangis', Minta Jokowi Batalkan Impor Bibit Rekayasa

Jakarta, CNBC Indonesia - Serikat Petani Indonesia (SPI) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan rencana membuka impor bibit rekayasa genetik (genetically modified organism/ GMO). Menurut SPI, kebijakan itu justru merugikan petani dan mengancam kesehatan.
Ketua Departemen Polhukam SPi Angga Hermanda mengatakan, dengan membuka impor bibit GMO kedelai, pemerintah tidak menyelesaikan akar persoalan ketergantungan Indonesia atas kedelai impor.
"Kementerian Perekonomian, Menteri Pertanian (Mentan), dan Presiden Jokowi mengusulkan kedelai GMO. Karena kemampuan produksi kedelai lokal hanya bisa memenuhi 30% kebutuhan dalam negeri, sehingga harus impor sekitar 80%. Menurut pemerintah, solusinya adalah mengimpor benih bibit kedelai GMO," kata Angga kepada CNBC Indonesia, Senin (31/10/2022).
"Padahal, bukan itu solusinya. Akar masalahnya bukan benih karena petani kita juga sudah bisa memproduksi kedelai dengan produktivitas lebih baik dari GMO," tambah dia.
Dengan membuka impor GMO, tukas dia, pemerintah memberikan keberpihakan penguasaan korporasi raksasa atas ketersediaan benih/ bibit di dalam negeri.
"Kami menolak impor benih GMO karena memiskinkan petani dan akan berdampak pada kesehatan," ujarnya.
"Karena GMO dikuasai korporasi, petani akan bergantung dan membeli. Di sisi lain, produk GMO berdampak pada kesehatan," tambah dia.
Memberikan ruang bagi korporasi, lanjut dia, bertentangan dengan program yang dicanangkan FAO, badan pertanian PBB.
"FAO telah menetapkan tahun 2019-2028 adalah dasawarsa pertanian keluarga, bukan korporasi. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan lagi soal impor GMO ini. Karena, bukan itu solusinya, bukan juga food estaste. Karena, food estate juga tak melibatkan petani, melainkan korporasi besar," tukas dia.
Sementara, mengutip keterangan tertulis di situs resmi (31/5), Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, kebijakan dan program pertanian Indonesia mendukung pertanian keluarga dalam memperkuat basis ketahanan pangan masyarakat mendapat apresiasi positif dari ratusan perwakilan negara anggota FAO (Food and Agriculture Organization), IFAD (International Fund for Agricultural Development), Asosiasi Petani dan Lembaga Internasional.
"Akar masalah kedelai ini adalah petani lebih memilih menanam jagung atau padi karena tidak ada jaminan harga dan distribusi untuk kedelai. Akibatnya mengurangi porsi ketersediaan tanah untuk lahan kedelai. Reforma agraria, tanah untuk produksi kedelai harusnya jadi solusi yang diambil pemerintah. Bukan impor GMO," pungkas Angga.
Sebelumnya, usai rapat di Istana Negara, Senin (19/09), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, dalam rapat tersebut Presiden Jokowi memberi arahan agar produksi kedelai nasional ditingkatkan.
"Bapak Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100% tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan yang 2,4 (juta ton) itu produksi nasionalnya kan turun terus," ujar Menko Airlangga dalam keterangan di situs ekon.go.id, (19/9/2022).
Dia menambahkan, Presiden juga memberikan arahan untuk mendorong petani menggunakan bibit unggul yang telah direkayasa secara genetik atau GMO.
"Dengan menggunakan GMO itu produksi per hektarenya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6-2 ton per hektare, itu bisa menjadi 3,5-4 ton per hektare," kata Airlangga.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Perintahkan Anak Buah Pacu Produksi Jagung