Cerita di Balik RI Kembali Jadi 'Juru Selamat' Singapura
Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan keputusan pemerintah memperpanjang kontrak penjualan gas ke Singapura telah mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya yakni terpenuhinya kebutuhan gas dalam negeri terlebih dulu.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, supaya produksi gas terus berjalan, maka setelah kebutuhan gas bumi untuk pasar domestik terpenuhi, pemerintah baru membuka keran ekspor. Apalagi, harga gas yang dijual ke Singapura mengalami peningkatan dibandingkan kontrak sebelumnya.
"Dari gas balance, kan pertama pemerintah mengutamakan dalam negeri, kalau dalam negeri sudah cukup semua, tentu harus dicari pasar yang lain," ungkap Dwi saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (28/10/2022).
Meski demikian, volume yang diekspor untuk kontrak terbaru ini akan mengalami penurunan 30%-40% dibandingkan kontrak sebelumnya. Ini terjadi lantaran permintaan gas dari pasar domestik melonjak.
"Karena dalam negerinya industrinya meningkat, pupuk minta tambah, kemudian Jawa Barat juga naik, Sumatera bagian tengah itu kan kelebihannya itu dia juga harus memenuhi Jawa Barat melalui pipa," paparnya.
Adapun, proses penandatanganan kontrak perjanjian jual beli gas dengan Singapura ini diharapkan dapat rampung dalam waktu dekat. Mengingat, kontrak penjualan gas ke Singapura akan berakhir pada 2023 mendatang.
"Mungkin sebentar lagi lah (ditandatangani) karena dia akan berakhir 2023, kalau gak setelah disetujui kan nanti harus pindah ke LNG kan, kita harus siapkan infrastrukturnya," ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyampaikan Indonesia bakal memperpanjang kontrak penjualan gas ke Singapura. Adapun kontrak gas yang sedianya berakhir pada 2023 tersebut selanjutnya akan diperpanjang hingga lima tahun ke depan sampai 2028.
Menteri ESDM Arifin Tasrif membeberkan bahwa Singapura telah meminta bantuan agar Indonesia tetap memasok gas bumi. Mengingat negeri Singa masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap sumber gas RI.
"Kita masih ada gasnya jadi kita kasih, jadi perpanjang lima tahun. Lima tahun dulu. Kita punya pasokan ada yang perlu kita kan harus bantu membantu," ungkap Arifin.
Arifin menilai jangka waktu kontrak penjualan gas ke Singapura hingga lima tahun mendatang mempertimbangkan kondisi pasok gas yang ada di dalam negeri. Bahkan volume yang diekspor untuk kontrak terbaru ini akan mengalami penurunan dibandingkan kontrak yang sebelumnya.
"Nggak sama, karena demand dalam negeri lagi naik kemudian juga sumur-nya juga udah mulai berkurang produksinya. Demand dalam negeri makin banyak," kata Arifin.
Seperti diketahui, Singapura cukup bergantung pada gas Indonesia untuk sumber energi pembangkit listriknya. Berdasarkan data BP Statistical Review 2021, konsumsi gas alam Singapura pada 2020 sekitar 1,22 miliar kaki kubik per hari (BCFD), naik tipis dari 2019 sekitar 1,21 BCFD.
Lantas, berapa besar yang diimpor dari Indonesia?
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada 2020, setidaknya ada tiga kontrak ekspor gas RI ke Singapura dengan pasokan minimal sekitar 700 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Artinya, hampir 60% pasokan gas Singapura memang berasal dari Indonesia.
(wia)