Harga Material Bangunan Naik, Bos Properti RI 'Pelototi' AS

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
27 October 2022 17:20
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha properti di dalam negeri tengah menanti arah dari AS. Pasalnya, gonjang-ganjing di negara itu turut berdampak ke dalam negeri.

Salah satunya, penguatan dolar AS atas rupiah, yang kini betah di atas Rp15.550 per dolar AS.

Akibatnya, harga-harga material bangunan di Tanah Air ikut merangkak naik.

"Material kan pasti naik. Average (rata-rata) naik 15%," kata Ketua Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/10/2022).

Karena itu, dia berharap, bank sentral AS, the Fed, mempertimbangkan 'teriakan' dari berbagai negara akibat semakin perkasanya mata uang negara tersebut.

"Karena dolar AS terlalu kuat juga nggak baik buat AS. Kalau sudah terkontrol, saya rasa bisa cepat bangkit," kata dia.

Apalagi, imbuh dia, ada sinyal the Fed mempertimbangkan kesulitan yang dialami sejumlah negara saat ini.

Sebelumnya diberitakan, pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) 'terpecah' soal kebijakan moneter lanjutan.

Di mana, sebagian pejabat The Fed menginginkan pelonggaran kebijakan moneter mulai Desember. Namun, sebagian lainnya tetap ingin melanjutkan kebijakan hawkish.

"Kan ada statement dari AS kalau the Fed akan mempertimbangkan ulang kenaikan suku bunga. Berarti nggak ada kenaikan lagi. Seluruh dunia teriak, akhirnya AS pertimbangkan penurunan suku bunga," kata Toto.

Untuk saat ini, Toto menambahkan, perusahaan melakukan efisiensi biaya overhead.

Di sisi lain, dia mengeluhkan, beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap belum mendukung iklim usaha. Dan, berharap segera ada tindakan dari pemerintah.

"Belum ada tindakan nyata soal kemudahan perizinan," tukas dia.

Meski begitu, Toto optimistis, dengan kondisi pasar saham RI yang masih positif, Indonesia cukup kuat menghadapi krisis ekonomi.

"Sementara, saya belum kroscek ke bawah, tapi nampaknya masih terkendali (kondisi pengembang properti RI saat ini). Kalau misalnya dolar nggak jadi naik lagi karena the Fed tahan suku bunga, otomatis rupiah lebih stabil. Titik ekuilibrium ini yang belum tahu," pungkas Toto.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Beterbangan, Kontraktor RI 'Berdarah-Darah' Susah Cuan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular