Pak Jokowi, Ada Saran Ekonom untuk Cegah Tren PHK Meluas

haa, CNBC Indonesia
Selasa, 25/10/2022 09:40 WIB
Foto: cover topik/ PHK / Aristya rahadian


Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak bisa dielakkan, gelombang resesi dan krisis global berdampak kepada industri manufaktur di Tanah Air.

Sebagian perusahaan ada yang mulai merumahkan karyawannya untuk menekan biaya operasional. Opsi pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi ancaman, jika kondisi tidak ada perubahan.


Direktur Eksekutif CORE Indonesia M. Faisal dunia usaha telah menanggung beban kenaikan produksi jauh sebelum kenaikan harga BBM.

"Karena inflasi jadi bahan baku lebih mahal, logistiknya jadi lebih mahal," kata Faisal kepada CNBC Indonesia.

Kondisi ini makin diperparah dengan nilai tukar rupiah yang melemah. Industri dengan komponen impor pasti tertekan, seperti tekstil dan garmen. Bahkan, sektor ini ikut tertekan dengan perlambatan permintaan global.

Faisal melihat pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor padat karya ini.

Jika ke depan, normalisasi kebijakan berlaku, Faisal berharap pencabutan insentif tidak dilakukan untuk sektor padat karya yang belum pulih.

"Bahkan sekarang yang ada tren PHK, seperti industri tekstil dan produk tekstik, jadi insentifnya jangan dikurangi dulu. Kalau bisa ditambah untuk menambal kerugian menurunnya pangsa pasar di ekspor karena ancamannya resesi," ungkapnya.

Selain itu, menurutnya, insentif pemerintah harus diarahkan agar produksi industri bisa diserap oleh pasar lokal.

Misalnya, industri tekstill bisa diberikan akses perluasan pasar di dalam negeri. Dengan demikian, kecenderungan melakukan PHK bisa dihindari.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa ada dua sektor yang saat ini tengah 'berdarah-darah' imbas berkurangnya permintaan ekspor.

"Yang sudah melakukan laporan ke ke kami adalah sektor sepatu dan tekstil. Jadi sektor sepatu itu drop ekspornya 50% dan garmen turun 30%. Ini akan terjadi permasalahan di sektor tenaga kerja," kata Hariyadi kepada CNBC Indonesia.

Meski menurut Hariyadi masalah tenaga kerja baru sebatas dirumahkan, belum sampai di PHK. Mengingat perusahaan harus memberikan pesangon jika melakukan PHK.

"Kalau sampai di-PHK sendiri belum tahu karena mengandung pesangon, apakah perusahaannya sanggup atau tidak. Tapi kemungkinan besar dirumahkan iya, kalau sudah drop sampai 30-50% itu sudah pasti cash flow terganggu," jelasnya.

Kalangan buruh mengungkapkan bahwa banyak anggotanya yang sudah mulai mengurangi hari kerja, bahkan tidak sedikit yang akhirnya dirumahkan.

"Sampai saat ini yang dirumahkan panjang, artinya sebulan nggak kerja, paling nggak untuk anggota hampir 5.000-an, termasuk di industri tekstil, garmen, sepatu juga," kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto kepada CNBC Indonesia dikutip Senin (24/10/2022).

Fenomena ini terjadi akibat adanya penurunan permintaan, utamanya untuk pasar ekspor.

Akibatnya pekerjaan menjadi lebih sedikit dan buruh yang menerima konsekuensinya, yakni tidak bisa bekerja secara normal bahkan untuk karyawan kontrak sudah mulai dilepas.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pemprov DKI Jakarta Siap Beri Insentif Fiskal ke Perhotelan