Nah! Ini 'Faktor X' Penyebab Kemarau Dolar di RI

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
25 October 2022 06:46
Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Misteri pasokan dolar AS yang kering menjadi beban besar tidak hanya untuk otoritas moneter, tetapi bagi pengusaha. Kelangkaan dolar membuat harganya meningkat dan dunia usaha yang membutuhkan mata uang valas tersebut menjadi terbebani neracanya.

Ada tanda tanya besar terkait masalah kelangkaan ini, mengingat neraca perdagangan Indonesia saat ini sedang dalam tren yang terus mencatatkan surplus selama 29 kali, sejak Mei 2020.

Pada September lalu, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 4,99 miliar.

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menambahkan, surplus neraca perdagangan tidak otomatis membuat likuiditas valas berlimpah, terlebih di tengah tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) saat ini.

"Di tengah tren penguatan dolar saat ini, eksportir cenderung menahan dolar mereka dan menempatkannya di luar negeri," jelas Piter.

Ketatnya likuiditas valas, menurut Piter tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena akan mengganggu impor dan perekonomian secara keseluruhan.

Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan, mengeringnya likuiditas valas di dalam negeri saat ini tak terlepas dari banyaknya dana asing yang keluar dari pasar keuangan dalam negeri atau capital outflow.

"Dari pasar modal, terutama obligasi, kecenderungan outflow hampir US$ 10 miliar year to date (dari awal tahun 2022 sejak saat ini)," jelas David kepada CNBC Indonesia.

Terbatasnya pasokan valas ini juga diakui oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti saat konferensi pers BI pekan lalu.

"Likuiditas valas terbatas, padahal trade balance besar. Satu hal ini memang agak berbeda dengan periode-periode yang lalu," jelas Destry, dikutip Senin (24/10/2022).

Sebulan lalu, Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah sebenarnya telah kembali memberlakukan sanksi untuk eksportir yang tidak menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.

Kebijakan ini dipercaya akan menambah pundi-pundi cadangan devisa (cadev).

Adapun, untuk sanksi non SDA yang diberikan adalah penangguhan ekspor. Sementara itu, SDA hanya diwajibkan penyampaikan hasil pengawasan BI.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Indonesia Beberkan Pemicu Rupiah K.O.

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular