
Eropa Merana: Inggris Krisis, Prancis 'Kiamat', Jerman Resesi

Prancis kini mengalami ancaman kelangkaan bahan bakar di seluruh negeri. Hal itu akibat pemogokan pekerja kilang minyak.
Aksi sudah dilakukan sejak pekan lalu, diawaki pekerja TotalEnergies. Mereka menuntut kenaikan gaji di tengah tingginya inflasi.
Akibatnya, sekitar 30% SPBU di Prancis kini kesulitan melayani BBM warga. Antrean mengular di mana-mana.
Presiden Emmanuel Macron mengatakan krisis bahan bakar sudah terjadi. Ia menginginkan solusi secepat mungkin.
"Saya mendukung sesama warga kami yang berjuang dan yang muak dengan situasi ini," tegasnya awal pekan.
Hal sama juga diakui WNI di Prancis. Rina, WNI yang tinggal di Kota Toulouse, Prancis, mengaku kelangkaan BBM sudah terjadi sejak 2 minggu lalu.
Menurutnya, SPBU Total masih menutup layanannya di sana. Padahal, perusahaan tersebut menjadi salah satu yang terbanyak di Prancis.
Alhasil, antrean panjang terjadi di SPBU lainnya. Bahkan, pembelian BBM terpaksa dijatah per kendaraan.
"Orang-orang di Prancis bingung karena jaringan Total banyak di sini. Setelah tutup, semuanya antre di SPBU lain, itu juga dijatah maksimal 30 liter per mobil. Minggu lalu jatahnya cuma 5 liter," katanya kepada CNBC Indonesia.
Merembet ke Listrik
Mogok massal pekerja klang minska dilaporkan juga merembet ke mana-mana. Selasa, ribuan pekerja dari sektor lain. menuntut upah yang lebih tinggi sebagai tanggapan atas melonjaknya inflasi.
Dari catatan Kementerian Dalam Negeri Prancis, setidaknya ada 107.000 orang ambit bagian dalam demonstrasi. Termasuk 13.000 di Paris.
Peserta mogok juga diketahui berasal dari pekerja di sektor pembangkit listrik tenaga nuklir. Ini diyakini akan menghambat upaya menghidupkan reaktor yang saat ini tengah dalam pemeliharaan.
Apalagi jika mogok berlarut seperti pekerja kilang minyak. "Setiap perluasan gerakan sosial di pembangkit listrik tenaga nuklir akan memiliki konsekuensi serius pada penyediaan listrik musim dingin ini," tegas operator jaringan listrik RTE memperingatkan, dikutip AFP.
Prancis bergantung pada energi nuklir untuk listriknya sekitar 67%. Ini lebih dari negara lain manapun.
Sementara gas hanya dipakai sekitar 7%. Saat ini, 32 dari 56 reaktor nuklir Prancis, ditutup untuk perawatan biasa dan, dalam beberapa kasus, perbaikan karena masalah korosi.
Inflasi
Sejatinya, inflasi di Prancis tidak setinggi negara-negara Eropa lainnya yang telah menyentuh dua digit. Tetapi tetap saja membebani warganya.
Pada September 2022 inflasi tahunan Prancis 'hanya' 5,7% (year-on-year/yoy), turun dari bulan sebelumnya sebesar 5,9% (yoy). Inflasi tersebut masih belum jauh dari level tertinggi sejak Juli 1985, yang dicapai pada Juli lalu sebesar 6,1%.
Adapun, kenaikan harga energi juga melandai dari 22,7% menjadi 17,8%. Begitu juga dengan jasa yang kenaikannya melandai dari 3,9% menjadi 3,2%.
Sementara itu, secara bulanan (month-to-month/mtm) terjadi deflasi sebesar 0,5%, berbalik dari inflasi 0,5% (mtm) pada Agustus 2022. Deflasi itu pun lebih besar dari ekspektasi para ekonom yang memproyeksikan deflasi 0,1%.
Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire memang sempat menegaskan bahwa pengendalian inflasi adalah prioritas utama untuk anggaran 2023. Ini diwujudkan dengan menganggarkan 45 miliar euro tahun depan untuk membatasi kenaikan harga gas dan listrik sebesar 15%.
Namun ada yang luput. Ini soal pengendalian harga bahan bakar pangan, dan sektor lainnya.
Inilah akar yang menyebabkan terjadinya pemogokan dan demonstrasi besar-besaran dengan teriakan "inflasi" di Prancis. Perlu diketahui pula, demo besar-besaran selain pegawai kilang minyak, juga sedang terjadi di Prancis sejak Selasa kemarin, melibatkan pekerja dari transportasi, hingga kesehatan.
Halaman 3>>
(sef/sef)