
Kementerian BUMN Akan Uji Coba Perdagangan Karbon Lintas BUMN

Nusa Dua, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal menerapkan jual beli kredit karbon antarperusahaan pelat merah. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mendukung target pemerintah dalam pencapaian netral karbon atau net zero emissions pada 2060 mendatang.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury menjelaskan bahwa proses perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme yang dapat menjadi alat bantu BUMN, terutama untuk mendukung penurunan emisi karbon di setiap masing-masing perusahaan.
"Kita rencananya dalam proses menyusun surat edaran di mana dalam surat edaran tersebut kita menyampaikan BUMN-BUMN diharapkan untuk bisa melakukan perhitungan emisi yang dinamakan carbon accounting," ungkapnya dalam acara penutupan SOE Conference International di Nusa Dua, Bali, Selasa (18/10/2022).
Skema perdagangan karbon antar-BUMN sendiri nantinya dilakukan ketika salah satu perusahaan sudah mencapai batas emisi karbon yang telah ditetapkan. Misalnya, Perhutani memiliki jumlah emisi yang cukup rendah dapat menjualnya ke BUMN lain yang sudah mencapai batas emisi.
"Misalnya kalau Perhutani punya carbon credit bisa dibeli anak usaha lainnya yang membutuhkan untuk pencapaian target penurunan emisi," ujarnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menyiapkan penyelenggaraan bursa karbon untuk mendukung inisiatif pemerintah dalam menetapkan harga karbon dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
"OJK bersama industri jasa keuangan siap mendukung inisiatif ini," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (28/9/2022).
Menurutnya, penetapan harga karbon yang diinisiasi oleh pemerintah dapat memberikan insentif untuk mengurangi emisi dan disinsentif bagi perusahaan yang memproduksi lebih dari batas yang ditoleransi.
Mahendra juga mengatakan dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia bisa memiliki banyak keuntungan dari perdagangan emisi karbon global.
Mahendra menyebut dengan hutan tropis seluas 125 juta hektar, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon, belum termasuk hutan bakau dan gambut, sehingga diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan senilai US$ 565,9 miliar dari perdagangan karbon.
Namun untuk mendukung peluang tersebut, menurut Mahendra dibutuhkan kerangka regulasi yang jelas mengatur mengenai kewenangan dan pengoperasian bursa karbon, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tok! Ini 4 Kategori PLTU yang Boleh Jual Emisi Karbon
