Gegara Rupiah Ambyar, Harga BBM di November Bisa Naik!
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri diperkirakan akan kembali naik pada November 2022 mendatang. Pasalnya, salah satu faktor yang memengaruhi harga BBM yakni nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian melesu.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, kurs rupiah yang terus melemah dapat berdampak pada harga BBM di dalam negeri. Kenaikan harga BBM bergantung pada dua faktor yaitu jika rupiah terus melemah maka harga BBM dapat naik. Kedua, bila harga minyak mentah dunia naik maka kecil kemungkinan potensi harga BBM turun.
"Kalau dilihat dari sisi nilai tukar rupiahnya, (harga BBM) malah naik harusnya, ini kalau dari kacamata rupiah. Kalau dari kacamata harga minyaknya ya tergantung rata-rata turun apa nggak," ungkap Komaidi pada CNBC Indonesia, Selasa (18/10/2022).
Komaidi menambahkan, perhitungan naik atau turunnya harga BBM di dalam negeri mengikuti formula pemerintah. Adapun formula yang digunakan adalah dengan perhitungan dua bulan ke belakang dari faktor-faktor harga minyak mentah maupun kurs untuk menentukan harga BBM pada satu bulan ke depan.
Senada dengan itu, Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebutkan bahwa pelemahan kurs dan melonjaknya harga minyak mentah dunia sangat berpengaruh pada harga BBM di Indonesia. Pasalnya, perhitungan keekonomian harga BBM subsidi maupun non subsidi berdasarkan tiga faktor utama yaitu harga minyak dunia, kurs rupiah, dan inflasi.
"Inflasi masih terkendali lah, tapi dua variabel tadi bisa menyebabkan kenaikan harga keekonomian, baik dari (BBM) subsidi maupun non subsidi," jelasnya pada CNBC Indonesia, Selasa (18/10/2022).
Dia menambahkan, BBM subsidi yang dikendalikan oleh pemerintah dengan kondisi kurs rupiah yang melemah, maka pemerintah kemungkinan bisa kembali menaikkan harga BBM subsidi sebagai jalan keluar.
"Tapi kalau BBM subsidi itu kan ditetapkan pemerintah berdasarkan formula tadi. Alternatifnya dengan kondisi sekarang kursnya melemah, kemudian harga minyak dunia mendekati US$ 100 gitu ya, maka pilihannya kalau tidak dinaikkan harga BBM subsidi, maka beban APBN untuk subsidi akan membengkak, alternatifnya menaikkan," paparnya.
Selain itu, Fahmy menyebutkan harapan harga BBM akan turun di bulan November 2022 mendatang akan pupus bila melihat harga minyak terus melonjak dan kurs melemah.
"Kalau melihat variabel yang menjadi perhitungan dalam formula tadi, apakah harga minyak dunia sudah US$ 91, kurs rupiah makin melemah, sepertinya harapan turun ga mungkin deh," tuturnya.
Seperti diketahui, ada dua faktor yang memengaruhi harga BBM ini yaitu melemahnya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak mentah dunia.
Selama beberapa pekan ini rupiah melesu dan jauh dari asumsi yang dipatok pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
Mengacu pada data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka pada Selasa (18/10/2022) rupiah berada di posisi Rp 15.450 per US$. Pukul 11.00 WIB rupiah terpantau memangkas penguatannya sisa 0,13% ke Rp 15.465 per US$.
Nilai rupiah ini sangat terkoreksi bila dibandingkan asumsi kurs yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Pada APBN, kurs dipatok sebesar Rp 14.350 per US$. Sementara menurut perubahan APBN sesuai Peraturan Presiden No.98 tahun 2022, kurs dipatok Rp 14.450 per US$.
Begitu juga dengan harga minyak terpantau masih relatif tinggi di kisaran US$ 90 per barel.
Pada perdagangan Senin (17/10/2022) harga minyak Brent turun tipis 0,01% menjadi US$ 91,62 per barel. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) turun 0,2% ke US$ 85,46 per barel.
Meski pada akhir September harga minyak sempat turun ke bawah US$ 80 per barel, namun tak berlangsung lama, hanya beberapa hari langsung naik lagi ke atas US$ 80 per barel. Adapun rata-rata harga minyak mentah dunia selama September-Oktober 2022 ini berada di kisaran US$ 80 - US$ 90 per barel.
Pada APBN 2022 awal, harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok sebesar US$ 63 per barel. Lalu, diubah menjadi US$ 100 per barel. Kini, harga minyak memang cenderung menurun di bawah US$ 100 per barel, namun masih berada pada posisi tinggi di kisaran US$ 90 per barel.
(wia)