Rupiah Ambruk! Dolar AS Bisa Tembus Rp16.000? Ini Ramalannya

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
18 October 2022 13:18
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih berada di level Rp 15.478 per US$ pada perdagangan Selasa (18/10/2022) pukul 10:04 WIB. Apakah nilai tukar rupiah akan terus melemah hingga ke level Rp 16.000 per US$?

Ekonom Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menjelaskan, perkembangan rupiah saat ini erat kaitannya dengan sentimen di pasar keuangan. Di mana faktor utamanya adalah penguatan dolar AS secara global.

Pelaku pasar juga telah bereaksi setelah melihat hasil inflasi AS per September 2022 yang masih sangat tinggi, berada pada level 8,2%.



Sehingga ke depannya, kata Myrdal kemungkinan dari The Fed masih akan agresif menaikkan suku bunga, masing-masing 75 bps pada November dan 50 bps pada Desember 2022.

"Ini yang mendorong terjadinya capital outflow terutama di pasar obligasi negara kita. Di mana kalau kita lihat kepemilikan asing di pasar surat utang negara, dalam periode Oktober sudah keluar kurang lebih Rp 8 triliun," jelas Myrdal kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/10/2022).

"Faktor ini lah yang membuat kenapa posisi rupiah relatif melemah terhadap dolar AS," kata Myrdal lagi.

Oleh karena itu, Myrdal memandang saat ini pelemahan rupiah kemungkinan masih akan berlanjut hingga ke level di atas Rp 15.000 per US$.

"Saat ini paling dekat di atas level Rp 15.500, level ini peluangnya terbuka. Karena agenda dari moneter global masih relatif banyak... Sehingga, kelihatannya memang nilai tukar rupiah secara technical akan menuju level di atas Rp 15.500/US$. Sehingga ini patut kita waspadai," jelas Myrdal.



Myrdal memandang perlu ada respon lebih lanjut dari sisi otoritas moneter dan fiskal. Dari sisi fiskal, langkah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai sudah tepat, untuk menahan laju impor minyak dan gas.

Sementara dari sisi kebijakan otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia (BI), jika langkah intervensi terkait pendalaman pasar keuangan masih dipandang kurang, menurut Myrdal perlu ada langkah lebih lanjut.

"Seperti langkah terkait intervensi kenaikan suku bunga, berapa kenaikan suku bunganya? Tergantung terhadap kondisi yang terjadi di riil sektor, entah itu dari kondisi inflasi atau nilai tukar rupiah," jelas Myrdal.

Pandangan Myrdal berbeda dengan pandangan dua ekonom lainnya yakni Kepala Ekonom BCA David Sumual dan Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman.

David memandang pelemahan rupiah tidak akan tembus hingga Rp 16.000/US$, karena saat ini pasar keuangan Indonesia masih cukup kuat menahan laju pelemahan rupiah.

"Kita masih punya profit dari ekspor batubara. Kita punya peluru lumayan dari cadangan devisa dan dari hasil penerbitan global bonds pemerintah. Sejauh ini rupiah masih dalam level aman dan dalam jangka pendek tidak akan menembus Rp 16.000/US$," ujar David.



Faisal juga menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini dinilai hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Ke depan, dalam rilis pertumbuhan ekonomi Kuartal III-2022 diperkirakan akan lebih tinggi dari Kuartal II-2022, yang bisa menjadi momentum inflow kembali lagi.

"Terutama di pasar saham. Untuk pasar SBN, pemerintah juga sudah cukup baik dalam menjaga fiskal. Jadi masih ada peluang mendekati akhir tahun akan ada inflow lagi," jelas Faisal.

Faisal optimistis rupiah masih akan kembali menguat pada kisaran Rp 14.900 hingga Rp 15.100. "Masih di level Rp 15.000-an tapi kemungkinan tidak akan sampai ke Rp 16.000," ujarnya.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Diramal Kebanjiran Dana Asing, Rupiah Jadi Makin Perkasa!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular