Camkan! Ini 5 'Warning' Dunia Gelap dari Mantan Bos BI

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
18 October 2022 16:50
Indonesia Governor Agus Martowardojo speaks with the delegation after IMFC plenary the IMF/World Bank spring meeting in Washington, U.S., April 20, 2018. REUTERS/Yuri Gripas
Foto: Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, REUTERS/Yuri Gripas

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo membagikan lima risiko yang muncul akibat ketidakpastian atau kegelapan ekonomi global.

Agus yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Nasional Indonesia (BNI) mengungkapkan bahwa ketidakpastian semakin meningkat dan kondisi tersebut sulit diukur.

Pertama, akselerasi inflasi akan diikuti oleh pelambatan atau bahkan kontraksi pertumbuhan ekonomi.

"Resesi yang dangkal tetapi panjang," ujar Agus dalam paparannya di SOE International Conference: Investor Day, Selasa (18/10/2022).

Kedua, kondisi keuangan global akan mengetat karena bank sentral berada dalam posisi sulit untuk mengatasi inflasi. Bahkan, Agus melihat pengetatan moneter bisa berlangsung cukup panjan, sementara pertumbuhan sudah berada dalam kondisi yang terancam penurunan.

Ketiga, dolar AS akan terus menguat di skala global karena the Fed akan terus menaikkan suku bunga secara cepat. Keempat, stimulus fiskal akan terbatas. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ruang fiskal.

Kelima, lunturnya kerja sama global akan membuat krisis saat ini lebih buruk dibandingkan resesi 2008.

"China saat ini dalam kondisi yang lemah untuk menjadi penopang dalam menghadapi resesi global," kata Agus.

Dari risiko-risiko ini, Agus melihat sejumlah tantangan bagi negara berkembang a.l. capital outflow, gejolak nilai tukar dan pengetatan kondisi keuangan global.

Menurut Agus, negara dengan kebijakan yang kuat memiliki posisi yang lebih baik untuk menghadapi risiko dan dampak dari pengetatan ini.

Dia meyakini stabilitas pasar domestik Indonesia telah terbukti kuat sejauh ini.

Pertama, Agus mengungkapkan Indonesia memiliki pertumbuhan transaksi berjalan yang kuat pada saat ini dibandingkan 2013 ketika defisitnya mencapai 3,72%.

Kedua, cadangan devisa Indonesia lebih tinggi dan ketiga, inflasi yang stabil dan relatif rendah. Keempat, rendahnya utang valas publik.

Kelima, rendahnya kepemilikan asing dalam surat utang negara (SUN). Terakhir, kondisi perbankan sehat yang ditandai dengan risiko terkendali dan likuiditas mencukupi.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nah! Ini 'Biang Keladi' Kekacauan Global yang Diungkap Bos BI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular