Internasional

Waduh! Gegara Ini Nasib Banyak Negara Ada di Tangan China

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 11/10/2022 10:45 WIB
Foto: Bendera China (AP Photo/Jae C. Hong)

Jakarta, CNBC Indonesia - China merupakan salah satu pihak yang dipilih beberapa negara untuk meminjam uang. Ini dilakukan lantaran bunga yang rendah serta fokus Beijing pada pembangunan infrastruktur untuk negara berkembang lainnya.

Namun, saat ini, China dilaporkan mulai melancarkan sejumlah kebijakan baru kepada negara-negara peminjam. Hal ini terjadi akibat dari banyaknya negara yang akhirnya tidak mampu membayar utangnya kembali kepada Beijing.

Situasi ini kemudian memengaruhi cara China dalam mengambil kebijakan pinjamannya. Ada yang pinjamannya ditambah, pinjamannya diampuni, bahkan ada yang dipaksa untuk membayar.


Salah satu yang dipaksa untuk membayar adalah Suriname. Saat negara bekas jajahan Belanda itu tidak dapat melakukan pembayaran utangnya, bank pemerintah China menyita uang itu dari salah satu rekening negara itu.

Di sisi lain, Pakistan yang sedang berjuang mengatasi dampak banjir besar mendapatkan tambahan utang kembali dari Negeri Tirai Bambu. Pendekatan seperti ini dapat membantu Negeri Ali Jinnah itu untuk melakukan impor meski menambah besar jumlah bonnya terhadap Beijing.

Dengan keadaan ini, beberapa negara Barat pun mengkritik metode pemberian pinjaman China sebagai jebakan utang. Namun bagi negara berpenduduk lebih dari satu miliar jiwa itu, ini merupakan hal yang penting dalam mewujudkan momentum kerja sama.

"Ini bukan 'jebakan utang', tapi monumen kerja sama," kata Menteri luar negeri China, Wang Yi, pada sebuah pernyataan tahun ini, dikutip New York Times, Selasa (11/10/2022).

China juga mengeluh bahwa pemberi pinjaman multilateral seperti Bank Dunia, yang secara tradisional dipimpin oleh Amerika Serikat (AS), dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang belum mengampuni pinjaman kepada negara-negara miskin yang tak mampu membayar utang mereka.

"Kredit komersial Barat dan lembaga multilateral, yang memegang bagian terbesar dari utang, menolak untuk menjadi bagian dari upaya tersebut," Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri, mengatakan pada briefing kementerian sebulan lalu.

China memang telah menyadari bahwa mungkin tidak semua uang yang dipinjamkan ke negara lain dapat kembali. Pasalnya, banyak negara mengambil pinjaman dengan suku bunga yang dapat disesuaikan dari China dan sekarang terjebak dengan pembayaran yang membengkak.

"Ini seperti ketika Anda mengambil hipotek dan memilih hipotek yang dapat disesuaikan, dan itu adalah taruhan yang bagus untuk waktu yang lama, sampai tidak," kata Deborah Brautigam, direktur Inisiatif Penelitian Afrika China di Universitas Johns Hopkins.

Selain itu, ada juga negara seperti Sri Lanka yang memiliki pandangan berbeda dalam mengambil utang China. Rezim Rajapaksa di negara itu dianggap mengambil begitu saja dana dari Beijing dan tidak berpikir untuk mengembalikannya.

"Pemerintah Rajapaksa menerima begitu saja dana China, dan mereka pikir China akan terus mendukungnya, jadi mereka terus meminjam dan berinvestasi dalam proyek-proyek tanpa ada rencana untuk membayar kembali," kata Nalaka Godahewa, mantan menteri di pemerintahan Rajapaksa.

Menurut IMF, tiga perlima dari negara berkembang di dunia sekarang mengalami kesulitan untuk membayar kembali pinjaman mereka. Lebih dari separuh negara-negara miskin di dunia berutang lebih banyak kepada China daripada gabungan semua pemerintah Barat.

Untuk saat ini, pejabat China di negara-negara miskin menghadapi pekerjaan yang tidak menyenangkan, yakni sebagai penagih utang. Pasalnya, hal ini tidak akan mudah apalagi menghadapi negara yang memang tidak memiliki uang dalam membayar.

"Anda memiliki lebih banyak pengaruh saat Anda memberikan pinjaman daripada saat Anda meminta pembayaran," papar Brad Setser, spesialis pembayaran internasional di Council on Foreign Relations.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Emas Antam Naik Tinggi - Daftar Negara Terancam Krisis