Malapetaka Ini Hantui Sebagian Belahan Bumi, Manusia Terancam

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
10 October 2022 20:30
Termometer apotek menunjukan 41,5°C pada pukul 17.00 karena gelombang panas yang datang dari Afrika Utara, di Toulouse, Prancis, Rabu (15/6/2022). (Photo by Alain Pitton/NurPhoto via Getty Images)
Foto: Termometer apotek menunjukan 41,5°C pada pukul 17.00 karena gelombang panas yang datang dari Afrika Utara, di Toulouse, Prancis, Rabu (15/6/2022). (Photo by Alain Pitton/NurPhoto via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Palang Merah mengatakan gelombang panas akan menjadi sangat ekstrem di wilayah tertentu di dunia dalam beberapa dekade, sehingga kehidupan manusia di sana tidak akan berkelanjutan.

"Gelombang panas diperkirakan melebihi batas fisiologis dan sosial manusia di Sahel, Tanduk Afrika dan Asia selatan dan barat daya, dengan peristiwa ekstrem yang memicu penderitaan skala besar dan hilangnya nyawa," kata organisasi tersebut, dikutip dari Straits Times, Senin (10/10/2022).

Dalam laporan bersama, bencana gelombang panas tahun ini di negara-negara seperti Somalia dan Pakistan menandakan adanya keadaan darurat kemanusiaan terkait panas yang lebih mematikan, lebih sering, dan lebih intens di masa depan.


Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) merilis laporan tersebut sebelum KTT perubahan iklim COP27 PBB pada November di Mesir.

Mereka mengatakan langkah-langkah agresif perlu segera diambil untuk mencegah bencana panas yang berpotensi berulang. Mereka juga mencantumkan langkah-langkah yang dapat mengurangi efek terburuk dari panas ekstrem.

"Ada batas yang jelas di mana orang yang terpapar panas dan kelembaban ekstrem tidak dapat bertahan hidup," kata laporan itu. "Ada juga kemungkinan tingkat panas yang ekstrem di mana masyarakat mungkin merasa hampir tidak mungkin untuk memberikan adaptasi yang efektif untuk semua."

"Pada lintasan saat ini, gelombang panas dapat memenuhi dan melampaui batas fisiologis dan sosial ini dalam beberapa dekade mendatang, termasuk di wilayah seperti Sahel dan Asia selatan dan barat daya."


Mereka memperingatkan bahwa dampak dari ini akan menjadi penderitaan skala besar dan hilangnya nyawa, perpindahan penduduk dan ketidaksetaraan yang semakin mengakar.

Efek gabungan dari penuaan, pemanasan dan urbanisasi akan menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah orang yang berisiko di negara berkembang dalam beberapa dekade mendatang.

"Tingkat kematian yang diproyeksikan di masa depan akibat panas yang ekstrem sangat tinggi - sebanding dengan besarnya pada akhir abad ini untuk semua kanker atau semua penyakit menular - dan sangat tidak setara," kata laporan itu.

Pekerja pertanian, anak-anak, orang tua dan wanita hamil dan menyusui berada pada risiko penyakit dan kematian yang lebih tinggi, menurut klaim laporan tersebut .

"Ketika krisis iklim tidak terkendali, peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas dan banjir, memukul orang-orang yang paling rentan paling parah," kata kepala kemanusiaan PBB Martin Griffiths.

"Tidak ada dampak yang lebih brutal dirasakan daripada di negara-negara yang sudah terhuyung-huyung dari kelaparan, konflik dan kemiskinan."

Sementara Sekretaris Jenderal IFRC Jagan Chapagain mendesak negara-negara di COP27 untuk berinvestasi dalam adaptasi dan mitigasi iklim di wilayah yang paling berisiko.

OCHA dan IFRC menyarankan lima langkah utama untuk membantu memerangi dampak gelombang panas ekstrem, termasuk memberikan informasi awal untuk membantu orang dan pihak berwenang bereaksi tepat waktu, dan menemukan cara baru untuk mendanai tindakan tingkat lokal.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba-tiba PBB Ngamuk ke Raksasa Minyak Dunia, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular